Analisis
Puisi “Rayu Santi-Santi” Karya WS Rendra
Rayu
Santi-Santi
karya WS Rendra
karya WS Rendra
Ratap tangis menerpa pintu kalbuku
Bau anyir darah mengagu tidur malamku
Bau anyir darah mengagu tidur malamku
Oh tikar tafakur
Oh bau sungai Tohor yang kotor
Bagaimana aku bisa membaca keadaan ini?
Oh bau sungai Tohor yang kotor
Bagaimana aku bisa membaca keadaan ini?
Di atas atap kesepian nalar pikiran
Yang digalaukan oleh lampu-lampu kota yang bertengkar dengan malam
Aku menyerukan namamu,
Wahai! Para leluhur nusantara!
Yang digalaukan oleh lampu-lampu kota yang bertengkar dengan malam
Aku menyerukan namamu,
Wahai! Para leluhur nusantara!
Oh Sanjaya,
Leluhur dari kebudayaan tanah
Oh Purnawarman,
Leluhur dari kebudayaan air
Kedua wangsa mu telah mampu mempersekutukan budaya tanah dan budaya air,
tanah,
air
Leluhur dari kebudayaan tanah
Oh Purnawarman,
Leluhur dari kebudayaan air
Kedua wangsa mu telah mampu mempersekutukan budaya tanah dan budaya air,
tanah,
air
Oh Resi Kuturan,
Oh Resi Nerarte,
Empu-empu tampan yang penuh kedamaian
Telah kamu ajarkan tatanan hidup yang aneka dan sejahtera
Yang dijaga oleh dewan hukum adat
Oh Resi Nerarte,
Empu-empu tampan yang penuh kedamaian
Telah kamu ajarkan tatanan hidup yang aneka dan sejahtera
Yang dijaga oleh dewan hukum adat
Bagaimana aku bisa mengerti bangsa phising dari bangsaku ini?
Oh Katjau Lalido,
Bintang cemerlang tanau ugi
Negarawan yang pintar dan bijaksana
Telah kamu ajarkan aturan permainan di dalam benturan-benturan keinginan yang berbagai ragam dalam kehidupan
Ade, Wicara, Rabang, dan Wali
Ialah adat, peradilan, Yudis-prodensi, dan pemerincian perkara
Yang dijaman itu, di Eropa, belum ada
Kode Napoleon 2 abad lagi baru dilahirkan
Bintang cemerlang tanau ugi
Negarawan yang pintar dan bijaksana
Telah kamu ajarkan aturan permainan di dalam benturan-benturan keinginan yang berbagai ragam dalam kehidupan
Ade, Wicara, Rabang, dan Wali
Ialah adat, peradilan, Yudis-prodensi, dan pemerincian perkara
Yang dijaman itu, di Eropa, belum ada
Kode Napoleon 2 abad lagi baru dilahirkan
Oh lihatkan wajah-wajah berdarah
Dari rahim yang diperkosa
Muncul dari puing-puing tatanan hidup yang porak-poranda
Kejahatan kasat mata tertawa tanpa pengadilan
Kekuasaan kekerasan kaki-tangan penguasa berak dan berdahak di atas bendera kebangsaan
Dan para hakim yang tak mau dikontrol korupsinya,
Berakrobat jempalitan di atas meja hijau mereka
Dari rahim yang diperkosa
Muncul dari puing-puing tatanan hidup yang porak-poranda
Kejahatan kasat mata tertawa tanpa pengadilan
Kekuasaan kekerasan kaki-tangan penguasa berak dan berdahak di atas bendera kebangsaan
Dan para hakim yang tak mau dikontrol korupsinya,
Berakrobat jempalitan di atas meja hijau mereka
Oh Airlangga,
Raja tampan bagai Arjuna,
Dalam usia 17 tahun
Kau dorong rakyat di desa-desa adat untuk menyempurnakan keadilan hukum adat mereka yang berbeda-beda
Dan lalu kau perintahkan,
Agar setiap adat mempunyai 40 prajurit adat
Yang menjaga berlakunya hukum adat
Sehingga hukum adat menjadi adil, mandiri, dan terkawal
Baru kemudian sesudah itu,
Empu Baradah membantumu menciptakan hukum kerajaan
Yang mempersatukan cara-cara kerjasama antar hukum adat yang berbeda-beda
Sehingga penyair Tantular berseru, Bhineka Tunggal Ika!
Raja tampan bagai Arjuna,
Dalam usia 17 tahun
Kau dorong rakyat di desa-desa adat untuk menyempurnakan keadilan hukum adat mereka yang berbeda-beda
Dan lalu kau perintahkan,
Agar setiap adat mempunyai 40 prajurit adat
Yang menjaga berlakunya hukum adat
Sehingga hukum adat menjadi adil, mandiri, dan terkawal
Baru kemudian sesudah itu,
Empu Baradah membantumu menciptakan hukum kerajaan
Yang mempersatukan cara-cara kerjasama antar hukum adat yang berbeda-beda
Sehingga penyair Tantular berseru, Bhineka Tunggal Ika!
Tetapi lihatlah di jaman ini,
Para elit politik
Hanya terlatih untuk jalan-jalan di pasar
Tersenyum, dan melambaikan tangan
Sok egaliter!
Tetapi egalitarianisme tidak otomatis berarti demokrasi
Para elit politik
Hanya terlatih untuk jalan-jalan di pasar
Tersenyum, dan melambaikan tangan
Sok egaliter!
Tetapi egalitarianisme tidak otomatis berarti demokrasi
Dengan puisi ini aku bersaksi:
Bahwa hati nurani ini mesti dibakar
Tidak bisa menjadi abu
Hati nurani senantiasa bisa bersemi
Meski sudah ditebang putus di batang
Begitulah,
Fitrah manusia ciptaan Tuhan, yang maha Esa
Bahwa hati nurani ini mesti dibakar
Tidak bisa menjadi abu
Hati nurani senantiasa bisa bersemi
Meski sudah ditebang putus di batang
Begitulah,
Fitrah manusia ciptaan Tuhan, yang maha Esa
Candi cheto 31 Desember 1999
A. Unsur Intrinsik
Struktur Fisik Puisi
Struktur Fisik Puisi
- Diksi
Diksi merupakan makna kiasan yang harus dipahami secara
seksama dan menyeluruh, seperti: rayu merupakan kiasan
dari suara hati penyair yaitu, pilu hati dan belas kasihan. Penyair sedang
sakit hati dan merasa kasihan. Berarti rayu santi-santi adalah suara dari
penyair yang sedang sakit hati:
Pada bait 1:
1)
“Ratap tangis
menerpa pintu kalbuku” adalah gambaran hati dari seorang penyair yang sedang
menangis di dalam hati sambil berucap di dalam batin.
2)
“Bau anyir darah
mengagu tidur malamku” yang di maksud adalah mencium bau yang tidak sedap
berbau amis yang menggangu tidur malamnya.
Pada bait 2
1)
“ Oh tikar
tafakur”, gambaran dari seorang pernyair yang sedang berseru dan merenung di
atas tikar memikirkan peristiwa yang pasti.
2)
“Oh bau sungai
tohor yang kotor” , maksudnya adalah keadaan yang dirasakan oleh seorang
penyair di ibaratkan dengan sungai tohor yang kotor.
Pada bait 3
1)
“Di atas atap
kesepian nalar pikiran”, maksudnya yaitu di dalam ruangan menyendiri memikirkan
keadaan yang dirasakan.
2)
“Yang digalaukan
oleh lampu-lampu kota yang bertengkar dengan malam”, maksudnya pada malam hari
memikirkan kegilisahan yang dirasakan.
3)
“Aku menyerukan
namamu, Wahai! Para leluhur Nusantara!”, Maksudnya penyair mengeluh dan berfikir sambil memanggil nenek
moyang nusantara atau pemimpin
Pada bait 4
1) Oh Sanjaya, Leluhur dari kebudayaan tanah
Oh Purnawarman, Leluhur dari kebudayaan air
Kedua wangsa mu telah mampu mempersekutukan budaya tanah dan budaya air,
tanah, air
Oh Purnawarman, Leluhur dari kebudayaan air
Kedua wangsa mu telah mampu mempersekutukan budaya tanah dan budaya air,
tanah, air
Oh Resi Kuturan,
Oh Resi Nerarte,
Empu-empu tampan yang penuh kedamaian
Telah kamu ajarkan tatanan hidup yang aneka dan sejahtera
Yang dijaga oleh dewan hukum adat
Oh Resi Nerarte,
Empu-empu tampan yang penuh kedamaian
Telah kamu ajarkan tatanan hidup yang aneka dan sejahtera
Yang dijaga oleh dewan hukum adat
Bagaimana aku bisa mengerti
bangsa phising dari bangsaku ini?
Oh Kajau Lalido,
Bintang cemerlang tanau Bugi
Negarawan yang pintar dan bijaksana
Telah kamu ajarkan aturan permainan di dalam benturan-benturan keinginan yang berbagai ragam dalam kehidupan
Ade, Wicara, Rabang, dan Wali
Ialah adat, peradilan, Yurisprudensi, dan pemerincian perkara
Yang di jaman itu, di Eropa, belum ada
Kode Napoleon 2 abad lagi baru dilahirkan
Bintang cemerlang tanau Bugi
Negarawan yang pintar dan bijaksana
Telah kamu ajarkan aturan permainan di dalam benturan-benturan keinginan yang berbagai ragam dalam kehidupan
Ade, Wicara, Rabang, dan Wali
Ialah adat, peradilan, Yurisprudensi, dan pemerincian perkara
Yang di jaman itu, di Eropa, belum ada
Kode Napoleon 2 abad lagi baru dilahirkan
Maksud bait dia atas
adalah perumpaan yang digambarkan oleh penyair dengan menggunakan kiasan
seperti di atas yang memiliki makna sindiran tehadap penguasa. Penyair sudah
mulai merasakan kegelisahan yang terjadi di dunia.
Pada bait 5
a. Oh
lihatlah wajah-wajah berdarah dari rahim yang diperkosa
Muncul dari puing-puing tatanan hidup yang porak-poranda
Kejahatan kasat mata tertawa tanpa pengadilan
Kekuasaan kekerasan kaki tangan penguasa berak dan berdahak di atas bendera kebangsaan
Dan para hakim yang tak mau dikontrol korupsinya,
Berakrobat jumpalitan di atas meja hijau mereka
Muncul dari puing-puing tatanan hidup yang porak-poranda
Kejahatan kasat mata tertawa tanpa pengadilan
Kekuasaan kekerasan kaki tangan penguasa berak dan berdahak di atas bendera kebangsaan
Dan para hakim yang tak mau dikontrol korupsinya,
Berakrobat jumpalitan di atas meja hijau mereka
Maksud bait di atas
penyair sudah merasakan dan melihat secara langsung kejadian seperti
pemerkosaaan , kejahatan tanpa di adili, korupsi, dan hakim yang tidak bisa
menegakkan keadilan. Semua di kuasai oleh kekuasaan
Pada bait 6
a. Oh
Airlangga, Raja tampan bagai Arjuna,
Dalam usia 17 tahun kau dorong rakyat di desa-desa adat untuk menyempurnakan keadilan hukum adat mereka yang berbeda-beda
Dan lalu kau perintahkan, agar setiap adat mempunyai 40 prajurit adat
Yang menjaga berlakunya hukum adat, sehingga hukum adat menjadi adil, mandiri, dan terkawal
Baru kemudian sesudah itu,
Empu Baradah membantumu menciptakan hukum kerajaan
Yang mempersatukan cara-cara kerjasama antar hukum adat yang berbeda-beda
Sehingga penyair Tantular berseru, Bhinneka Tunggal Ika
Dalam usia 17 tahun kau dorong rakyat di desa-desa adat untuk menyempurnakan keadilan hukum adat mereka yang berbeda-beda
Dan lalu kau perintahkan, agar setiap adat mempunyai 40 prajurit adat
Yang menjaga berlakunya hukum adat, sehingga hukum adat menjadi adil, mandiri, dan terkawal
Baru kemudian sesudah itu,
Empu Baradah membantumu menciptakan hukum kerajaan
Yang mempersatukan cara-cara kerjasama antar hukum adat yang berbeda-beda
Sehingga penyair Tantular berseru, Bhinneka Tunggal Ika
Maksud dari bait di
atas adalah perumpaan yang digambarkan oleh seorang penyair sebagi sindiran
kepada seorang pemimpin yang muda agar bisa menjalankan hokum dengan benar dan
adil. Dengan berlandaskan ilmu agama.Penyair juga menggambarkan mpu tanular
sebagai pencetus bhineka tunggal ika yang harus di jadikan landasan dalam
hokum.
Pada bait 7
1) Tetapi
lihatlah di jaman ini,
Para elit politik hanya terlatih untuk jalan-jalan di pasar
Tersenyum dan melambaikan tangan, sok egaliter!
Tetapi egalitarianisme tidak otomatis berarti demokrasi
Para elit politik hanya terlatih untuk jalan-jalan di pasar
Tersenyum dan melambaikan tangan, sok egaliter!
Tetapi egalitarianisme tidak otomatis berarti demokrasi
Maksud dari bait diatas
penyair merasakan sakit hati din zaman ini. Seorang pemimpin hanya berlatih
jalan di pasar sambil tersenyum dan melambaikan tangan supaya dipandang sama
derajatnya antara pemimpin dan rakyat. Tetapi dengan melakukan hal seperti itu
belum tentu pemimpin yang demokrasi.
Pada bait 8
a. Dengan
puisi ini aku bersaksi;
Bahwa hati nurani ini, mesti dibakar tidak bisa menjadi abu
Hati nurani senantiasa bisa bersemi, meski sudah ditebang putus di batang
Begitulah, fitrah manusia ciptaan Tuhan, yang maha Esa
Bahwa hati nurani ini, mesti dibakar tidak bisa menjadi abu
Hati nurani senantiasa bisa bersemi, meski sudah ditebang putus di batang
Begitulah, fitrah manusia ciptaan Tuhan, yang maha Esa
Maksud dari bait di
atas penyair membuat puisi ini adalah sebagai saksi bahwa yang bersalah harus
di bersihkan supaya menjadi bersih hatinya. Karena kalau tidak di bersihkan,
rasa bersalah itu akan terus tumbuh dan memuat kesalahan lagi. Seperti seorang
bayi, orang yang bersalah harus dibersihkan dari dosa-dosanya sehingga bisa
menjadi suci lagi seperti awal diciptakannya manusia oleh allah. Awal mula di
mulai dari kesucian.
- Citraan
Citraan dalam karya sastra berperan untuk menimbulkan
pembayangan imajinatif bagi pembaca melalui ungkapan tidak langsung.
1.Citraan visual (penglihatan) terlihat
pada bait kelima
Oh lihatlah wajah-wajah
berdarah dari rahim yang diperkosa
Muncul dari puing-puing tatanan hidup yang porak-poranda
Kejahatan kasat mata tertawa tanpa pengadilan
Kekuasaan kekerasan kaki tangan penguasa berak dan berdahak di atas bendera kebangsaan
Dan para hakim yang tak mau dikontrol korupsinya,
Berakrobat jumpalitan di atas meja hijau mereka
Muncul dari puing-puing tatanan hidup yang porak-poranda
Kejahatan kasat mata tertawa tanpa pengadilan
Kekuasaan kekerasan kaki tangan penguasa berak dan berdahak di atas bendera kebangsaan
Dan para hakim yang tak mau dikontrol korupsinya,
Berakrobat jumpalitan di atas meja hijau mereka
Pada bait ketujuh
Tetapi lihatlah di
jaman ini,
Para elit politik hanya terlatih untuk jalan-jalan di pasar
Tersenyum dan melambaikan tangan, sok egaliter!
Tetapi egalitarianisme tidak otomatis berarti demokrasi
Para elit politik hanya terlatih untuk jalan-jalan di pasar
Tersenyum dan melambaikan tangan, sok egaliter!
Tetapi egalitarianisme tidak otomatis berarti demokrasi
2. Citraan indera
(pencium) terlihat pada bait pertama baris kedua :Bau anyir darah mengagu tidur
malamku yang di maksud adalah mencium bau yang tidak sedap berbau amis yang
menggangu tidur malamnya
Pada bait kedua baris
kedua oh bau sungai tohor yang kotor , maksudnya adalah keadaan yang dirasakan
oleh seorang penyair di ibaratkan dengan sungai tohor yang kotor
3. Citraan indera
(pendengaran) terlihat pada bait keenam baris ketujuh Empu Baradah membantumu
menciptakan hukum kerajaan.
- Kata-kata konkret
Pada puisi ini ditemukan diksi yang berupa kata-kata konkret
yang dapat membangkitkan citraan seperti penglihatan, penciuman,
pendengaran.Kata-kata konkret tersebut sangat jelas menunjukan sikap tindakan
baik dari penyair maupun dari pembaca.Kata-kata konkret tersebut bertujuan
untuk menggambarkan unsur-unsur puisi secara tepat agar pembaca dapat merasakan
keadaan yang dirasakan penyair.
- Gaya Bahasa (Majas)
Dalam puisi “Rayu Santi-Santi” gaya
bahasa (majas) yang muncul yaitu:
- Pada bait kedua baris kedua, yaitu “.oh bau sungai tohor yang kotor, merupakan majas metafora yang bersifat membandingkan sesuatu secara langsung. Bau yaitu aroma yang nikmat dan tidak nikmat sedangkan sungai tohor yaitu sungai yang panjang sebagai penyebrangan kapal nelayan untuk menuju kelaut. Jaid penayair membandingkan bau dengan sungai tohor sebagai gaya bahasa.
- Majas repetisi pada bait satu sampai bait lima dan terketak di baris pertama, yaitu terjadi pengulangan kata, “oh sanjaya, oh purnawarman, Oh Resi Kuturan, Oh Resi Nerarte, Oh Kajau Lalido, oh airlangga ”, menggambarkan bahwa si mengeluhkan kegelisahannya dengan menggunakan kata Oh.
- Pada baris ketuga baris kedua yaitu, “Yang digalaukan oleh lampu-lampu kota yang bertengkar dengan malam maksudnya pada malam hari” merupakan bahasa kiasan personifikasi yang menggambarkan benda mati dapat digambarkan seolah-olah hidup.
- Dalam bait ketiga baris pertama, “di atas atap kesepian nalar pikiran” adalah personifikasi karena di dalam ruangan dia menyendiri dan sambil berfikir.
- Majas Anatonomasia pada bait keenam baris pertama yaitu, “Oh Airlangga, Raja tampan bagai Arjuna,” yang menggunakan ciri fisik seseorang sebagai penggantinya.
·
Rima dan ritma
Puisi “rayu santi-santi” secara keseluruhan didominasi dengan
adanya vokal /a/u/.Asonansi vokal /a/u/ terdapat pada baris puisi yaitu pada
bait pertama baris 1dan 2. Pada bait kelima baris 1 dan 2, misalnya:
Asonansi vokal (u):
Ratap tangis menerpa pintu kalbuku
Bau anyir darah mengagu tidur malamku
Bau anyir darah mengagu tidur malamku
Asonansi vocal (a):
Oh lihatlah wajah-wajah
berdarah dari rahim yang diperkosa
Muncul dari puing-puing tatanan hidup yang porak-poranda
Muncul dari puing-puing tatanan hidup yang porak-poranda
Dari asonansi vokal
diatas dapat disimpulkan bahwa puisi ini mempunyai irama yang tidak tepat dan
tidak beraturan yakni irama vokal u u a
a.
Struktur Batin Puisi
- Tema
Tema dalam puisi “Rayu
Santi-santi” adalah “Keadilan”. Dalam puisi Rayu Santi-Santi menceritakan kerinduan
tegaknya hukum keadilan.Banyak kejahatan-kejahatan yang tidak di
adili dengan tegas.Kejahatan seolah-olah seperti berak yang habis keluar lalu
disiram dan hilang begitu saja.Pada kala itu yang dirasakan seorang penyair
hukum tidak bisa berdiri dengan tegak.Banyak kejahatan yang terjadi pada saat
itu seperti, pemerkosaan, korupsi, hakim tidak bisa menegakkan hukum dengan
benar dan yang sangat miris hakimnya juga ikutan korupsi pada saat itu.Padahal
aturan hukum sudah di buat sesuai dengan keputusan bersama tetapi hukum tidak
bisa berdiri tegak pada saat itu.Semua bisa di beli dan di injak-injak oleh
kekuasaan. Para pemimpin politik hanya bisa melambaikan tangan bersorak sorak
sambil tersenyum berjalan di pasar agar di pandang oleh msayarakat memiliki
kedudukan yang sama antara pemimpin dan rakyat. Tapi kenyataannya itu hanyalah
taktik politik untuk mendaptakan kekuasaan.Tidak bisa menegakkan keadilan
dengan benar semua hanyalah sandiwara.Para hakimnya juga ikut jumpalitan di
meja hijau berdebat masalah hukum yang tak kunjung selesai.
·
Perasaan
Perasaan yang ditekankan pada puisi
ini adalah rasa kecewa dan sakit hati karena hukum tidak bisa di tegakkan
dengan benar.Para pemimpin sudah di butakan oleh kekuasaan.Kejahatan tidak bisa
di adili seolah-olah kejahatan bisa tertawa dengan lega.
·
Nada
Nada yang ditunjukan dalam puisi
“Rayu Santi-Santi” ini adalah kekecewaan dan sakit hati.Kekecewaan dan rasa
sakit hati ini muncukl karena hukum tidak bisa berdiri tegak dengan benar,
hukum hanya sebatas perjanjian tertulis saja tidak bisa di adili dengan
benar.Kejahatan merajalela dan tidak di adili oleh para hakim.Bahakan hakimnya
juga ikut berbuta kejahatan seperti korupsi.
Unsur nada kekecewaan
Tetapi lihatlah di
jaman ini,
Para elit politik hanya terlatih untuk jalan-jalan di pasar
Tersenyum dan melambaikan tangan, sok egaliter!
Tetapi egalitarianisme tidak otomatis berarti demokrasi
Para elit politik hanya terlatih untuk jalan-jalan di pasar
Tersenyum dan melambaikan tangan, sok egaliter!
Tetapi egalitarianisme tidak otomatis berarti demokrasi
Unsur nada sakit hati
Oh lihatlah wajah-wajah
berdarah dari rahim yang diperkosa
Muncul dari puing-puing tatanan hidup yang porak-poranda
Kejahatan kasat mata tertawa tanpa pengadilan
Kekuasaan kekerasan kaki tangan penguasa berak dan berdahak di atas bendera kebangsaan
Dan para hakim yang tak mau dikontrol korupsinya,
Berakrobat jumpalitan di atas meja hijau mereka
Muncul dari puing-puing tatanan hidup yang porak-poranda
Kejahatan kasat mata tertawa tanpa pengadilan
Kekuasaan kekerasan kaki tangan penguasa berak dan berdahak di atas bendera kebangsaan
Dan para hakim yang tak mau dikontrol korupsinya,
Berakrobat jumpalitan di atas meja hijau mereka
- Amanat
Dalam puisi ini amanat yang disampaikan oleh penyair adalah
bahwa jika kita mempunyai kesalahan kepada orang lain kita harus meminta maaf. Hati yang
bersalah harus di bersihkan terlebih dahulu apabila punya salah karena jika
tidak dibersihkan kesalahan itu akan terus terulang,
B. Unsur Ekstrinsik
Puisi “Rayu Santi-Santi” adalah puisi krya W.S rendra.Karya-karyanya
iedntik dengan kritik sosial, seperti yang di tulis pada puisi yang berjudul
Rayu Santi-Santi, yang menceritkan tentang kritik sosial yang dirasakan oleh
penyair.Dalam puisin ini penyair mencoba mengungkapkan kegelisahan hatinya yang
dia rasakan. Seperti puisi-puisi W.S Renrda yang lain, Pada puisi Rayu
Sant-Santi ini W.S rendra memilih bersembunyi
memalui metafora dan kiasan-kiasan. Dalam puisi ini W.S Rendra menggambarkan
pintu kalbuku “Aku” sebagai dirinya sendiri.Begitu indah dan penuh pergerakan
untuk membangkitkan semangat para pemuda untuk menegakkan keadilan.W.S Rendra
mengilustrasikan beberapa dewa dan tempat sebagai luapan kegelisahan hatinya
yang dia rasakan.Kata kata yang di ilustrasikan penuh dengan teka-teki namun di
dalam kata-kata itu banyak makna yang tersirat dan mengandung arti yang begitu
mendalam bagi pembacanya.Menggunakan pengilustrasian kata-kata kiasan dan
sindiran pada awal bait, namun setelah sampai isi, kata-kata yang di hadirkan
adalah kata-kata secara spontanitas dan langsung menjurus langsung pda pokok
permasalahan yang dirasakan oleh penyair.Seperti puisi W.S Rendra yang lainnya,
ciri khas dari puisi W.S Rendra banyak mengkritik tentang sosial.Selalu
menghadirkan semangat optimism untuk mengagkkan suatu hukum dan keadilan di
dunia ini.Karena kita hidup berlandaskan pada agama dan hukum.W.S Rendra seakan
selalu berpesan pada pembacanya untuk tidak diam apabila ada sesuatu yang
janggal dan salah dalam menjalani kehidupan ini.Karena pada dasarnya yang salah
harus di salahkan dan yang benar harus di benarkan.Seperti itu pesan yang
selalu WS Rendra sampaikan dalam beberapa karyanya.
C. Makna Puisi “Rayu
Santi-Santi”
puisi “Rayu
Santi-Santi”, Karya W.S Rendra adalah puisi tentang kerinduan tegaknya hukum
dan keadilan. Dari judul puisi “Rayu Santi-Santi itu adalah perumapaan dari
seorang penyair.Rayu memiliki makna pilu hati dan belas kasihan.Penyair mencoba
mengungkapkan kegelisahan hatinya dengan keadaan yang dia lihat dan yang dia
rasakan pada saat itu.Banyak kejahatan-kejahatan yang tidak di adili dengan tegas.Kejahatan
seolah-olah seperti berak yang habis keluar lalu disiram dan hilang begitu
saja.Pada kala itu yang dirasakan seorang penyair hukum tidak bisa berdiri
dengan tegak.Banyak kejahatan yang terjadi pada saat itu seperti, pemerkosaan,
korupsi, hakim tidak bisa menegakkan hukum dengan benar dan yang sangat miris
hakimnya juga ikutan korupsi pada saat itu.Padahal aturan hukum sudah di buat
sesuai dengan keputusan bersama tetapi hukum tidak bisa berdiri tegak pada saat
itu.Semua bisa di beli dan di injak-injak oleh kekuasaan. Para pepmimpin
politik hanya bisa melambaikan tangan bersorak sorak sambil tersenyum berjalan
di pasar agar di pandang oleh msayarakat memiliki kedudukan yang sama antara
pemimpin dan rakyat. Tapi kenyataannya itu hanyalah taktik politik untuk
mendaptakan kekuasaan.Tidak bisa menegakkan keadilan dengan benar semua
hanyalah sandiwara.Para hakimnya juga ikut jumpalitan di meja hijau berdebat
masalah hukum yang tak kunjung selesai. Bhineka tunggal ika sudah tidak lagi di
fikirkan sebagai semboyan dan moto dari bangsa Indonesia, yang mempunyai
makna persatuan dan kesatuan Bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya,
bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Semua di hancurkan oleh
kekuasaan seolah-olah kekuasaan yang menjadi
peradaban dunia. Seperti itu kegelisahan yang dirasakan oleh W.S
Rendra.Sehingga dari kegelisahan itu tercipta sebuah puisi “Rayu
Santi-Santi”.Puisi ini ditulis di candi cheto pada tanggal 31 Desember 1999.
No comments:
Post a Comment