Monday 17 July 2017

Laki-Laki Sampan dan Gadis Kupu-Kupu Malam

 Laki-Laki Sampan dan Gadis Kupu-Kupu Malam
Karya: Kuswanto Ferdian
Mengambil sebuah keputusan bukan hanya untuk di hari ini saja, tapi untuk hari esok, lusa, dan masa mendatang. Hidup di dunia memang penuh dengan teka-teki, jawablah semampu kita dengan hati nurani. Pilihan hidup akan membawa kita pada sebuaah kesuksesan dan resiko. Berhati-hatilah dalam mengambil sebuah keputusan, pikirkan dengan panjang. Sebelum malapetaka menimpamu.

   Suara angin mendesir menghempas air laut hingga tercipta gelombang. Angin malam ini begitu kencang. Sebagai seorang nelayan, angin malam sudah menjadi kawan seperjuangan. Ombak air laut yang menerpa sampan Bapakku terombang-ambing seperti kehidupan ini. Aku sudah terbiasa melaut sendirian di malam hari, dari pada dirumah lebih baik mencari pekerjaan yang lebih bermanfaat, yaitu mencari ikan di laut. Lagi pula, jika malam hari sampan Bapakku tidak di pakai. Jadi aku yang memakainya untuk mencari ikan di malam hari. Malam ini hasil ikan tangkapanku tak seberapa banyak, tidak seperti malam kemarin. Mungkin karena angin malam ini begitu kencang. Apalagi bulan malam ini bersinar begitu terang, jadi ikan-ikan di laut hanya berenang di dasar. Malam ini aku pulang kerumah tak begitu pagi. Biasanya aku pulang jam 04:00 waktu adzan subuh. Mesin sampan mulai ku hidupkan untuk menuju dermaga tempat berlabuhnya kapal besar dan sampan. Ketika hendak sampai di pinggir dermaga, aku melihat seorang gadis berdiri di dekat dermaga menghadap kearah barat. Sayup-sayup mataku memandang gadis itu. Meriak air laut ketika gadis itu melempar sebuah kain berwarna putih. Cahaya lampu di pinggir dermaga memecah paras gadis itu. Aku termangu dari atas sampan Bapakku. Entah apa isi dalam kain putih yang di buangnya itu. Hari menjelang petang, gadis itu sendirian di pinggir pelabuhan. Matanya bekaca-kaca terkena cahaya lampu di pinggir dermaga. Pandanganku tak ingin berpaling dari gadis itu. Mengapa ia menangis tersedu-sedu?. Tangisannya terbawa angin laut hingga aku mendengarnya. Mesin sampan aku matikan. Aku ingin lebih khusuk mendengar suara tangisan gadis itu dari atas sampan Bapakku. Dan benar, gadis itu terus menangis. Kini ia duduk di pinggir beton dermaga tempat mengikat tali sampan. Mataku terus memandangnya. Kini sampanku sudah dekat dengan dermaga. Aku mengikat sampanku pada tiang lampu dan pembatas besi dermaga. Perburuanku menjala ikan malam ini tak mujur. Hanya setengah karung ikan yang ku dapat, dan jenisnya bermacam-macam. Cahaya bulan, bersinar begitu terang malam ini. Aku memarkir sampanku di pinggir dermaga. Kerlap-kerlip lampu sampan yang berjejer di pinggir dermaga menghiasi laut dengan sejuta keindahannya. Gadis itu masih saja terus menangis, kini suaranya makin melengking. Menatap langit, bulan sudah sampai di poros bagian tengah, kira-kira sekarang jam 00:00 malam lewat. Ya, bagitulah para nelayan untuk mengira-ngira waktu saat berada di tengah laut. Hanya melihat posisi bulan.
Kini aku naik ke atas dermaga, aku hampiri gadis itu. Aku ingin menyapanya, tapi aku takut dia terkejut. Bajuku bau keringat, bercampur bau amis ikan. Aku sedikit malu, sebagai laki-laki yang masih muda menyapa gadis yang cantik ini. Ia menutup wajahnya. Tangisannya semakin lantang.
"Mbak kenapa menangis?, ini sudah malam. Gak baik sendirian di pelabuhan".
Ia sontak terkejut ketika mendengar suaraku, hanya menatapku saja. Tatapannya begitu tajam, lantas ia bangun dari tempat duduknya. Aku pun ikut terkejut, ia langsung memelukku dengan erat. Aku tak bisa menolaknya. Pegangan tangannya erat sekali. Aku menjatuhkan karung yang berisi ikan ke bawah. Gadis itu terus memeluk tubuhku dengan erat. Ia menangis semakin tersedu-sedu. Aku begitu malu saat ia memelukku, bau badanku penuh dengan bau keringat dan bau ikan. Tapi gadis itu seolah tak merasakannya. Aku mengusap rambutnya yang tergerai lurus dan hitam itu. Ia sepertinya agak tenang.
"Sudah mbak jangan menangis". Sembari aku mengelus rambutnya.
"Terimakasih mas sudah mau memeluk saya". Suaranya begitu lirih dan lembut. Gadis itu melepaskan pelukannya dari tubuhku.
"Kenapa mbak menangis sendirian disini?".
"Ceritanya panjang mas". Wajahnya selalu ia hadapkan kebawah saat hendak menjawab setiap pertanyaanku. Ia terdiam begitu lama, dan tiba-tiba ia bercerita.
"Laki-laki bangsat itu telah menghamili saya di luar nikah. Saya tau, saya adalah perempuan jalang. Hidup terlontang-lantung. Berkutat dengan bir dan diskotik. Saya tak tau harus bekerja dimana mas. Hanya itu jalan satu-satunya pekerjaan yang dapat menghidupi keluarga saya. Semenjak Ayah pergi dari rumah. Ekonomi keluarga saya semakin tak karuan. Adik saya yang laki-laki berhenti sekolah. Saat itulah saya bekerja di sebuah diskotik. Dan saya terperangkap dalam dunia yang begitu gelap dan hitam, hingga membuat saya jadi begini mas. Saya sungguh menyesal mas. Saya penuh dosa. Dosa besar".
Begitulah sedikit cerita dari gadis itu. Ia menangis lagi. Sepertinya ada suatu masalah yang begitu membekas di hatinya, hingga membuat gadis itu begitu terluka. Aku mencoba menenangkannya kembali.
"Sudah mbak jangan menangis. Begitulah hidup. Ada yang putih ada yang hitam. Kadang kita harus mengambil sebuah keputusan yang tepat untuk sebuah tujuan hidup. Jangan telalu di sesali Mbak. Segeralah bertaubat, Tuhan maha baik kepada setiap umatnya".
"Apakah masih ada pengampunan taubat untuk wanita kupu-kupu malam seperti saya mas?". Gadis itu bertanya kepadaku.
"Seperti yang aku katakan barusan Mbak. Tuhan itu maha baik, maha mengetahui dan maha pengampun. Bertaubat itu bukan sekadar ucapan saja. Tapi ikhlas dan benar-benar melakukan perintahnya serta menajuhi larangannya. Bertaubatlah Mbak, tinggalkan pekerjaan yang tidak baik itu".
Aku mencoba menasehatinya. Gadis itu kembali menangis. Aku kebingungan harus berbuat apa, sedangkan gadis itu terus menangis tersedu-sedu. Aku mencoba menenangkannya kembali, kini aku duduk di sebelahnya. Gadis ini benar-benar cantik. Aroma parfum di tubuhnya begitu wangi semerbak.
"Mbak sudah jangan menangis lagi ya. Sekarang Mbak pulang. Mari aku antarkan kerumahnya".
"Tidak mas saya tidak ingin pulang. Saya lebih senang disini. Karena laut yang luas ini sudah menjadi saksi takdir hidup saya. Laut ini yang mengetahui semua yang saya rasakan. Apa mas melihat kain putih yang saya lemparkan ke laut tadi?".
"Iya mbak, tadi aku melihat sebuah kain putih yang mbak lemparkan ke laut".
"Apa mas tau isi di dalam kain putih itu?". Gadis itu bertanya kepadaku.
"Tidak Mbak. Memang isinya apa?". Aku bertanya dengan nada yang begitu serius.
"Isi di  dalam kain putih yang saya lemparkan tadi itu adalah janin mas". Gadis itu menjawabnya dengan begitu menghentak. Tatapannya begitu tajam melihat mataku. Tidak seperti tatapan seorang gadis. Sontak aku pun terkejut mendengar jawaban dari gadis itu.
"Apa?!! Janin?". Mbak sudah tidak waras ya. Kenapa mbak membuang janin itu di laut. Itu buah hati yang harus mbak syukuri dan mbak rawat. Kenapa mbak malah membuangnya. Sekarang janin itu akan saya ambil mbak. Janin itu harus di kubur, sebelum menjadi malapetaka bagi mbak sendiri. Astagfirullah". Aku mengusap dada dan miris mendengarnya ketika gadis itu menggugurkan kandungannya. Padahal itu adalah anugrah terbesar dari Tuhan yang harus ia rawat.
"Jangan mas!!!, Jangan di ambil janin itu. Jika mas memaksa mencari janin itu di laut ini, mas yang akan celaka. Biarkan janin itu merasakan dinginnya air laut. Biarkan janin itu berenang dengan ikan-ikan di laut ini. Janin itu butuh teman". Gadis itu mengancamku. Aku pun ketakutan.
"Ya bukan begitu juga mbak caranya. Janin itu juga punya ruh mbak. Nanti janin itu gak bakalan tenang mbak jika tidak di kubur. Apa mbak tega sama darah daging mbak sendiri tidak di kubur dengan semestinya?".
Gadis itu menangis lagi. Tangisannya lebih melengking sambil berteriak kepadaku.
"Sekarang mas pergi, tinggalkan saya sendirian. Sebelum mas celaka. Pulanglah mas!!!. Saya ingin menyendiri disini".
Gadis itu mengusirku. Tangannya menunjuk-nunjuk menyuruhku untuk segera pergi dari dermaga ini. Entah kenapa aku begitu takut dengan gadis itu. Aku pun mengambil karung yang ku letakkan di bawah tadi. Aku segera pulang dengan memikul karung yang berisi ikan hasil tangkapanku malam ini. Sebelum aku pergi dari dermaga, aku berpesan pada gadis itu.
"Mbak nanti juga pulang ya, gak baik sendirian di dermaga. Bahaya mbak. Saya pulang duluan, Assalamualaikum".
Gadis itu menatapku begitu tajam dan langsung berhenti menangis saat aku mengucapkan kalimat salam. Aku pun pulang. Hanya sekitar 5 langkah aku berjalan dari tempat gadis itu duduk. Aku menoleh kebelakang. Dan ternyata gadis itu menghilang, entah kemana perginya. Pikiranku tiba-tiba begitu kacau. Apa mungkin gadis itu melompat kelaut?. Aku kembali ke tempat gadis itu duduk. Aku sama sekali tak mendengar suara jeburan di laut. Air laut begitu tenang, sama sekali tak bermeriak. Kemana gadis itu? Aku melihat ke bawah dermaga di tempat gadis itu duduk. Tidak ada meriak air yang menunjukkan bahwa gadis itu melompat ke laut. Aku kebingungan mencari-cari kemana perginya gadis itu. Tiba-tiba bau parfumnya tercium kembali, begitu semerbak. Bulu kudukku merinding. Aku langsung pergi dari tempat gadis itu duduk. Aku berlari dengan begitu kencang karena sungguh aku ketakutan. Karung yang ku angkat di bahu hampir jatuh. Setiba dirumah aku langsung tidur, dan benar aku ketakutan sekali. Malam itu juga aku tak bisa tidur, terbayang-bayang saat memeluknya dan membelai rambutnya. Sarung ku tarik sampai menutupi sekujur tubuhku, aku pun tertidur.

****

Cahaya matahari menelusup di bilik lubang-lubang kecil pada atap genting kamarku. Cahayanya terkena mata. Aku pun terbangun dari tidur semalam. Melihat jam pukul 09:00. Aku bergegas bangun dari tempat tidurku. Karena pagi ini aku ada janji dengan Pak Rozak untuk memancing di tambak Pak Karso. Pak Rozak adalah orang yang begitu gemar memacing. Ia begitu cekatan dan lihai saat memancing ikan. Pak Karso sudah pernah mengikuti event perlombaan memancing tingkat nasional dan ia pun mengharumkan nama desa. Aku mengambil handuk lalu aku mandi. Saat di kamar mandi, wajah gadis itu terlintas di benakku. Entah wajah gadis itu seperti tidak ingin hilang di otakku. Aku berusaha untuk tidak mengingatnya kembali. Sekitar 15 menit berlalu, aku pun selesai mandi. Semua peralatan pancing sudah aku persiapkan, tubuhku terasa sakit semua pagi ini. Entahlah, mungkin ini sisa lelah dari melaut semalam. Tapi aku masih begitu penasaran dengan kejadian semalam. Bagiku itu sangat aneh. Kemana perginya gadis itu?, sebuah pertanyaan yang tak bisa ku pecahkan. Lantas aku bercerita kepada Bapakku, kebetulan sekali hari ini Bapakku tidak pergi melaut. Karena ombak air laut begitu besar.

Pak aku tadi malam saat melaut bertemu dengan seorang gadis di pinggir dermaga. Gadis itu menangis di pinggir dermaga tempat memarkir sampan. Apa bapak tau dengan gadis itu?.
Seorang gadis?, Sedang menangis?, Rambutnya panjang?, ia sangat cantik kan?. Bapakku bertanya balik kepadaku.
Iya Pak rambutnya panjang. Gadis itu memang sangat cantik.
Hahahahahahahahaha.. Iya aku mengenal gadis itu, bahkan aku juga pernah bertemu dengannya. Bukan hanya aku saja. Para nelayan di desa ini, semuanya pernah bertemu dengan gadis itu.
Berarti Bapak mengenalnya. Aku begitu tertarik saat Bapak mengatakan hal itu padaku.
Iya aku mengenalnya, bahkan berita tentang gadis itu sudah tersebar di desa ini. kamu kok tidak tau sih.
Lah berita apa Pak?, sungguh aku tidak tau”.
“Baiklah aku ceritakan. Dengarkan ya. Gadis itu bernama Romlah. Dahulu gadis itu adalah perempuan yang paling cantik di desa ini. Ibunya pun kembang desa saat ia masih muda. Dahulu keluarganya adalah keluarga yang paling harmonis dan paling kaya di desa ini. Ayahnya dulu seorang Bupati. Tetapi semenjak Ayahnya pergi dari rumahnya karena ketahuan korupsi, ekonomi keluarganya begitu terpuruk dan terlibat hutang. Ayahnya sampai saat ini masih menjadi buronan polisi. Sudah sekitar 4 tahun kejadian itu berlalu. Karena ekonomi keluarganya sudah begitu terpuruk, gadis itu memutuskan untuk berkerja di sebuah diskotik. Lambat laun, gadis itu hamil tanpa suami. Dan ia pun stress memikirkan kandungannya. Karena gadis itu tidak tau siapa Bapak dari bayi yang ia kandung saat itu. Gadis itu pun semakin hari semakin stress. Kejadian tak terduga menimpa gadis itu. Satu minggu gadis itu menghilang dari rumahnya, dan ternyata ia bunuh diri melompat ke laut. Mayatnya di temukan oleh seorang nelayan, yaitu Pamanmu sendiri. Perutnya yang masih buncit berisi bayi begitu membengkak, kira-kira sudah seminggu ia tenggelam di laut. Kakinya sudah tidak ada sebelah, mungkin sudah di makan oleh ika-ikan di dasar laut yang sedang kelaparan. Kematiannya begitu naas. Saat itu pamanmu sedang menjaring ikan menggunakan pukat harimau dengan temannya orang asing. Dan mayat gadis itu ikut terseret ke dalam pukat itu. Akhirnya pamanmu membawa pulang ke desa, dan berita itu menjadi viral hingga terdengar sampai ke telinga polisi. Pada saat itu juga polisi pun datang ke tempat kejadian. Pamanmu yang menjadi saksi. Kejadian naas juga menimpa pamanmu. Ia di tahan karena polisi mengetahui saat menemukan mayat gadis itu, pamanmu sedang menjaring ikat dengan menggunakan pukat harimau yang di larang oleh undang-undang. Ya  begitulah kejadiannya. Seminggu berlalu dari kejadian itu, arwah dari gadis itu gentayangan. Nelayan yang sedang melaut pada malam hari sering mendengar tangisannya, bahkan ada yang pernah melihatnya langsung sedang berjalan di dermaga sambil memegangi perutnya. Termasuk Bapakmu ini juga pernah bertemu dengan gadis itu sedang menangis di pinggir dermaga sambil megelus-elus perutnya. Saat itu juga, Bapak tidak pernah pergi melaut malam-malam. Karena Bapak juga ketakutan. Hehehehehehehe.

Aku hanya tercengang dan meggaruk-garuk kepalaku saat mendengar cerita tentang gadis yang kutemi di dermaga itu. Aku kembali bercerita kepada Bapakku.
Aku tadi malam bertemu dengan gadis yang Bapak maksud itu di dermaga. Saat aku melihat gadis itu di pinggir dermaga, ia sedang membuang kain berwarna putih di laut. Saat kutanya, ternyata isi di dalam kain putih yang di buangnya itu adalah janin. Gadis itu juga memelukku Pak tadi malam. Bau tubuhnya harum sekali begitu semerbak.
Hahaahahahaha. Gadis itu memelukmu?. Selamat ya, kamu pernah berpelukan dengan hantu.
Bapakku tertawa cekikan. Air matanya sampai keluar. Aku juga sempat berpikir. Benar juga kata Bapakku, gadis yang memelukku tadi malam adalah hantu. Semenjak kejadian itu aku tidak pernah pergi melaut di malam hari. Bagiku ini adalah mimpi buruk yang pernah terjadi. Tapi dengan kejadian semalam, aku bisa mengetahui tentang peristiwa yang menimpa gadis itu. Sungguh kasihan.





Bangkalan, 21 Juni 2016
(Warung kopi pelabuhan timur kamal)

Thursday 14 July 2016

Cerpen (Embun Pagi)

Embun Pagi
Penulis : Kuswanto Ferdian

Embun pagi menempel di jendela kamarku. Hari ini adalah hari minggu, hari untuk aku bekerja. Bergegas bangun dari tempat tidurku untuk segera mandi. Karena hari ini aku di undang dalam acara pernikahan untuk menyanyi. Seperti biasa, setelah aku bangun tidur, aku tak lupa membuka sedikit jendela kamarku. entahlah aku sangat suka membuka jendela kamar tidurku. Menatap ke atas langit mentari sudah mulai menyinari, tetapi embun pagi di jendela kamarku masih saja menempel. Aku sangat senang dengan embun, karena embun banyak meninggalkan cerita di hidupku. Aku jadi teringat dengan wanita itu. Wanita itu seperti embun pagi di hidupku. Masih teringat jelas dalam pikiranku wajah wanita itu. Oleh sebab itu aku sangat senang dengan embun. Setiap melihat embun, wajah wanita itu yang selalu teringat di pikiranku. Kala itu di cafe tempat ia bekerja waktu pagi hari aku melihat ia sedang mempersiapkan cafe milik bosnya. Ia sangat cantik, berambut lurus, mata seperti kucing, bibirnya yang manis serta wajahnya yang anggun membuatku terpesona. Aku sangat kagum dengan wanita itu. Ingin sekali aku mengenalinya. Setiap pagi aku selalu melihatnya saat aku sedang mengantarkan adik ku sekolah. Tapi sekarang aku tidak bisa melihatnya lagi karena aku sudah pindah rumah. Pada saat itu mungkin pertemuanku yang terakhir dengannya. Meskipun aku dan ia tak sempat berkenalan tetapi aku seoalah-olah memilikinya dalam hati. Aku selalu tersenyum kepadanya saat aku lewat di depan cafe tempat ia bekerja tapi entahlah aku sangat konyol sekali, tersenyum kepada wanita yang tidak aku kenal. Tapi aku sangat senang sekali meskipun ia tak mengenalku. karena aku bisa melihatnya setiap pagi di cafe itu. Wanita itu bagaikan embun pagi di hidupku, embun yang selalu terlihat di pagi hari dan menyejukkan hati. Ingin sekali rasanya aku berkenalan dengannya tetapi aku sadar aku ini siapa? Aku hanyalah anak dari tukang becak. Tetapi aku bangga dengan bapak ku, karena bapak, aku bisa menjadi dewasa seperti saat ini. Tidak mudah bukan untuk membesarkan anak dan merawatnya sampai dewasa. Aku bersyukur sekali masih mempunyai kedua orang tua dan masih bisa menikmati indahnya hidup. Seperti saat ini aku bisa menatap kecantikan wanita itu setiap pagi. Sangat indah bukan dunia ini?. Semakin hari aku semakin sangat kagum dengan wanita itu karena setiap pagi ia selalu terlihat kala aku sedang lewat depan cafe tempat ia bekerja. Setiap pagi kebiasaannya selalu mengelap meja, kaca, kursi. Dengan memegang lap kain di tangan dan semprotan pewangi ia bekerja dengan begitu rajin setiap hari. Ia sangat beda dengan wanita lain yang biasa sering aku lihat di jalanan tiap malam kala aku sedang mencari barang bekas. Wanita malam yang biasa aku lihat di jalanan mereka merokok, bergandengan tangan dengan pacarnya, pelukan, urak-urakan, sungguh begitu miris. Di depan umum mereka berbuat seperti itu. Aku hanya bisa mengelus dada pada saat itu. Pernah sekali aku di lempari botol bekas minumannya yang sudah habis saat aku lewat depan mereka waktu pacaran. Kala itu aku memegang karung, mencari barang bekas seperti botol aqua, kardus, dan kaleng. Wanita itu melemparkan botol minumannya tepat di depanku, sambil berkata : "Ini mas ambil" dengan ucapan nada sombong yang keluar dari mulut wanita itu aku membalasnya dengan nada lirih sambil tersenyum "Terimakasih mbak". Wanita itu berambut pirang lurus dan panjang. Beda dengan wanita yang di cafe itu. Ia begitu gemulai dan lembut pada saat bekerja. Waktu demi waktu berlalu, bulan demi bulan sudah terlewati, tahun demi tahun kini sudah berganti. Setiap pagi aku selalu melihatnya di cafe itu. Semakin lama rasa kagum ini berubah menjadi suka dengan wanita itu. Bagaimana bisa rasa kagum ini berubah menjadi suka, sedangkan aku tidak mengenali wanita itu dan wanita itu juga tidak mengenalku. Tetapi mengapa aku suka dengan wanita itu? Apakah ini yang disebut perasaan? Atau ini adalah cinta? Aku tak mengerti dengan semua ini. Aku merasa sangat bodoh, karena tidak berani berkenalan dengan wanita yang aku sukai. Jelas-jelas setiap pagi aku selalu melihatnya. Mengapa aku tidak berani berkenalan? Entahlah!!!. 1 bulan lagi aku akan pindah rumah. Dari Pamekasan akan pindah ke bogor. Karena orang tuaku terlibat banyak hutang untuk membiayai adik ku sekolah. Aku sangat sedih sekali karena akan pindah rumah ke bogor. Di bogor adalah rumah kakek dan nenekku. Pikiranku saat ini kacau, pikiranku lumpuh. Aku harus memikirkan orang tuaku dan juga memikirkan wanita itu. 1 bulan bukanlah waktu yang lama. Sekarang sudah tanggal 20. Kurang 10 hari lagi aku akan pindah ke bogor. Seperti biasanya pagi-pagi aku mengantarkan adik ku sekolah. Aku lewat di depan cafe itu. Ternyata aku tidak melihat wanita yang biasanya aku lihat setiap pagi di cafe itu. Aku tolah-toleh melihat cafe itu. Aku bertanya-tanya dalam hati. kemana wanita itu? Kenapa ia tidak ada? Apakah ia sudah berhenti bekerja? Atau ia sedang sakit? Aku kebingungan saat itu, seolah-olah aku kehilangan embun pagi. Kurang lebih setengah jam aku menunggunya keluar di depan cafe, nampaknya ia benar-benar tidak ada. Dengan hati gelisah dan risau akhirnya aku memutuskan untuk berangkat mengantarkan adik ku sekolah. Pikiranku tak tenang. Aku tak sadar ternyata Sepanjang perjalanan waktu aku mengantarkan adik ku. Laju sepeda onthel yang ku pacu sangat kencang sekali dan adik ku berteriak sambil menarik bajuku. "Hati-hati mas awas jatuh". Aku langsung tersentak berhenti begitu saja. Untung tidak jatuh. Adik ku bertanya, "Kenapa Kamu Mas?. Aku hanya tersenyum dan menjawabnya " Tidak apa-apa dik". Adik ku bertanya kembali dengan nada lirih, " Mas kepikiran dengan wanita di cafe itu ya". Aku langsung tercengang begitu saja mendengar perkataan yang keluar dari mulut adik ku. "Adik sok tau, mas tidak memikirkan apa-apa". Akhirnya aku melanjutkan mengantarkan adik ku " ayok naik takut terlambat". Di perjalanan menuju sekolah, adik ku berkata. "Aku tau mas rumah wanita yang bekerja di cafe itu". Aku langsung tercengang begitu saja mendengar perkataan adik ku. Tanpa rasa malu aku kembali bertanya.
 " Memangnya dimana dik?, Sok tau kamu dik".
" Rumahnya di belakang sekolahku mas, Aku sering melihatnya waktu ia pulang bekerja di sore hari. Ia sering di antarkan mobil jazz berwarna merah"
" kamu pasti salah lihat dik"
Pikiranku langsung kemana-mana. Apa betul yang di katakan oleh adik ku?. Kalau memang betul, berarti ia sudah punya kekasih atau ia sudah punya suami?. Entahlah!!! Aku begitu sangat terpukul saat aku mendengar perkataan adik ku barusan. Tapi aku masih penasaran apa betul yang di katakan adik ku. Rumah wanita itu tepat di belakang sekolah adik ku. Tak lama waktu berselang, aku sampai di depan pintu gerbang sekolah adik ku. Adik ku bergegas turun dari sepeda. Aku memandang wajah adik ku, raut wajah yang sedikit sedih matanya kini berlinangan air mata. Karena hari ini, hari terkahir adik ku sekolah. Aku terhanyut sedih, ingin aku menangis di depan adik ku tetapi aku berusaha untuk menahannya, agar adik ku tidak semakin sedih. Adik ku bersalaman kepadaku dan berucap, "Assalamualikum, aku masuk dulu mas"
"Waalikumsalam, Iya dik hati-hati jangan nakal-nakal"
Dengan membelokkan sepeda onthel, aku bergegas ingin pulang kerumah karena besok aku akan pindah rumah ke bogor, aku harus membantu ibuk dan bapak untuk mempersiapkan semua barang-barang yang akan di bawa untuk pindah rumah. Tetapi pikiranku tetap tertuju pada wanita itu. Pagi tadi aku tidak melihatnya di cafe itu. Sehari pun tak bertemu, sudah membuatku kepikiran seperti saat ini, padahal ia bukan siapa-siapaku. Hanya saja hati ini yang seolah-olah memilikinya. Pikiranku kembali tak karuan. Memacu sepeda onthelku dengan cepat. Terlintas di pikiranku kembali, teringat dengan ucapan adik ku tadi, " Rumahnya di belakang sekolahku mas, Aku sering melihatnya waktu ia pulang bekerja di sore hari. Ia sering di antarkan mobil jazz berwarna merah". Aku berceloteh dalam hati sambil menangis di jalan. "Wanita itu sudah punya kekasih", " Wanita itu sudah punya suami". Brengsek!!!! Aku bodoh!!!. Aku bisa terjerat dalam perasaan konyol ini. Keringat mata kini bercucuran di pipi. Aku sudah terlanjur sakit hati. Padahal esok pagi aku akan menghampirinya untuk berkenalan. Sebagai tanda pertemuan terakhirku dengannya, agar nama itu bisa aku kenang dalam hidupku. Setidaknya aku bisa berjabat tangan dengannya dan bisa mengungkapkan perasaan hatiku ini. Bahwa aku mengaguminya, aku suka padanya dan aku cinta. Pupus sudah harapanku berkenalan dengannya. Aku usap keringat mata yang bercucuran ini biarlah aku simpan menjadi cerita manis dalam hidupku. Ia adalah satu-satunya wanita yang membuatku jatuh cinta meskipun aku tak mengenalinya. Malam telah tiba, aku tak bisa tidur memikirkannya. Aku berceloteh dalam hati. Apakah aku sanggup setiap hari tanpa melihat wanita itu? Apakah aku bisa melupakan embun pagi yang selalu hadir di setiap pagiku? Entahlah!!!.
Tanggal 30 telah tiba, Adzan subuh selesai berkumandang. Aku mencari bolpoin di tas sekolah adikku dan menyobek satu kertas buku milik adik ku. Aku tulis sebuah surat untuk wanita itu. Isi suratnya adalah:
" Mentari pagi yang bersinar dari ufuk timur, embun pagi yang selalu muncul di setiap pagiku. Engkau begitu anggun, engkau begitu cantik, engkau begitu manis, engkau menyejukkan hatiku bila ku memandang wajahmu dari kejauhan. Meskipun aku tak mengenalmu, meskipun engkau juga tak mengenalku, tetapi hatiku memilikimu. Setiap pagi aku selalu memandangmu dari kejauhan. Aku sangat mengagumi, aku suka padamu, aku cinta tapi aku tak tau mengapa rasa ini tumbuh begitu saja tanpa aku mengenalmu. Sungguh aneh, tapi ini nyata dalam hidupku. Sesungguhnya aku ingin berkenalan denganmu, aku ingin mengungkapkan perasaanku ini langsung kepadamu tetapi waktu yang tidak mengizinkan kita untuk bertemu, karena hari ini juga aku akan pergi ke bogor untuk pindah rumah. Bila tuhan mengizinkan kita untuk bertemu, kita pasti akan di pertemukan walau kita tak saling mengenal. Karena aku yakin tuhan memiliki rencana lain untukku. Semoga kita bisa bertemu dan berjabat tangan sebagai tanda perkenalan. Selamat tinggal engkau wanitaku, engkau akan menjadi cerita dalam hidupku. Ku beri nama kau embun pagi. Salam perkenalan, Pengagum rahasiamu, Ferdian.
Aku terlalu berkhayal, itukkan cerita masa laluku waktu di Pamekasan, Sudah Berapa lama ya aku berdiri di dekat jendela in?
Kring-kring-kring Hp.ku berbunyi di meja kamarku. Ku lihat nama di layar Hp.ku, nampaknya bos yang menelfon. Aku langsung mengangkatnya.
"Assalamulaikum ada apa bos?
"Ferdian kau dimana? Ini sudah jam berapa? Acara pernikahannya sebentar lagi akan di mulai cepatlah kau kesini". Dengan nada membentak berlogat batak bosku menyuruhku untuk segera berangkat.
" ia bos aku berangkat sekarang". Tanpa mengucapkan salam, bosku sudah menutup telfonnya. Nampaknya bosku marah. Aku masih berdiri saja seperti orang linglung, masih bertanya-tanya dalam pikiranku, sudah berapa lama aku berdiri di depan jendela itu? Sudah berapa lama aku melamun? Sampai-sampai aku teringat dengan cerita masa laluku. Entahlah!!!
Aku bergegas menuju kamar mandi. Karena hari ini aku di undang untuk menyanyi di acara pernikahan. Ya seperti inilah nasib penyanyi sepertiku. Hanya menunggu panggilan saja kala ada yang membutuhkan. Kurang lebih 20 menit aku selesai mandi. Segera memakai pakaian kemeja dan menggunakan jas seperti penyanyi top indonesia. Semuanya sudah aku persiapkan. Rapi sekali aku hari ini. Menyalakan sepeda motor aku bergegas menuju tempat pernikahan itu di lakasanakan. Gedung Puri Begawan tempat pernikahaannya. Kurang lebih satu jam aku tiba di depan parkiran gedung puri begawan bogor. Gedung yang sangat luas dan megah. Pasti ini orang kaya yang menikah saat ini. Aku memarkir sepeda motorku dan merapikan baju yang mulai tak beraturan. Nampaknya tamu sudah mulai berdatangan. Aku segera menuju ke dalam gedung itu. Ternyata bosku sudah menuggu di tempat penyambutan tamu. Menarik lenganku kedalam gedung itu sambil berkata, "Kau kemana saja, ini tamu sudah banyak yang datang, biasanya kau sudah mulai menyanyi sekarang"
" Maaf bos barusan di jalan sedikit macet karena hari minggu bos"
"Ya sudah cepat kau naik atas panggung, Wawan sudah menunggumu"
Bergegas menuju atas panggung pernikahan, nampaknya wawan sudah selesai mensetting keyboardnya. Seperti biasa aku dan wawan sangat akrab sekali, saling menyapa dan bersalaman. "Bro ayo segera naik ke atas panggung". " Iya wan, maaf ya aku telat"
" iya bro santai saja"
Memainkan lagu pembuka seperti biasanya untuk para tamu undangan, wawan sudah menghidupkan keyboardnya.
"Wan, Seperti biasanya lagunya Afgan-Terimakasih Cinta"
"Ok bro siap"
Lagu pertama sudah aku nyanyikan, nampaknya penonton sangat tehibur dan menikmati lagu yang aku bawakan. Penonton sudah mulai berdatangan, kini kursi tamu dalam ruangan gedung puri begawan sudah penuh, kira kira sekitar 2000 orang lebih. Jumlah undangan yang sangat banyak. Pasti ini orang kaya yang menikah saat ini. Untuk kedua kalinya prasangkaku. Pembawa acara sudah menaiki panggung, aku penasaran dengan orang yang menikah saat ini. Karena pernikahnnya begitu mewah. Sungguh aku tidak tau nama orang yang menikah hari ini. Biasanya aku selalu bertanya kepada bos. Sudahlah bagiku itu tidak penting. Aku duduk bersebelahan dengan wawan. Kami saling bercanda dan bergurau
" Bro kamu kapan nikah?, wawan bertanya padaku dengan nada sedikit serius
"Santai bro masih belum ada yang cocok" Aku menjawabnya dengan eskpresi tersenyum
"Bro kalau nanti kamu menikah, jangan lupa aku di undang ya", Dengan ekspresi tersenyum wawan mengucapkan kata-kata itu
" iya Bro aku tidak akan lupa, kalau kamu pasti aku kasi duluan. Aku menjawabnya dengan ekspresi sambil tertawa
" Bro kamu tau siapa ini yang menikah? Wawan melontarkan pertanyaan kepadaku. Jelas-Jelas aku tidak tau siapa yang menikah dia malah bertanya. Aku langsung menjawabnya, " Aku tidak tau Bro".
" Yang menikah ini adalah pengusaha, Bos tadi bilang, yang menikah ini adalah orang yang mempunyai cafe terkenal di pamekasan. Bapak yang punya cafe itu menikahi pelayannya sendiri.
Aku langsung tercengang mendengar perkataan wawan barusan, Pikiranku kembali kacau dan lumpuh, aku jadi teringat dengan wanita yang bekerja  cafe itu, saat rumahku di Pamekasan. Apa mungkin wanita itu yang menikah saat ini? Entahlah !!!
Nampaknya acara sudah di mulai, Pembawa acara mulai membacakan susunan acaranya. Satu persatu di bacakan dari pembukaan sampai acara penutup. Aku mendapatkan acara yang ke 4 yaitu menyanyi mengiringi prosesi kedua mempelai naik ke atas pelaminan. Pikiran ku tetap kacau saat ini, masih teringat dengan wanita itu, wanita yang aku sebut embun pagi. Pembawa acara kini sudah mengucapkan lantunan kata-kata cinta yang indah untuk kedua mempelai, aku dan wawan bersiap-siap untuk mengiringi bernyanyi. Tibalah saatnya acara yang ke empat, nampaknya kedua mempelai sudah terlihat gaun pengantinnya dari pintu penerima tamu. Gaun pengantin yang di pakai berwarna putih, ya berwarna putih. Wawan mulai memainkan nada keyboardnya dengan nuansa melow romantis. Hatiku berdetak kencang seketika, entahlah tidak seperti biasanya aku seperti ini. Perasaanku mulai tidak nyaman dan merasa aneh. Tapi aku tetap fokus untuk bernyanyi mengiringi kedua mempelai yang akan naik ke atas pelaminan. Dengan rasa penasaran ingin tau wajah dari mempelai wanita aku sambil bernyanyi. Saat itu aku menyanyikan dua lagu bernuansa melow romantis, mengikutin iringin keyboard yang di mainkan oleh wawan, suasana kini menjadi hening dan semua mata tertuju kepasa kedua mempelai yang akan naik ke pelamninan. Lagu yang kubawakan saat itu lagunya Yovie & Nuno yang berjudul Janci Suci dan lagu dari Ungu yang berjudul Tercipya untuku. Lagu yang sangat cocok untuk mengiringi kedua mempelai naik ke pelamwanita Kedua mempelai kini sudah berjalan dari tempat penerima tamu menuju ke kursi pelaminan. Bagaikan dua insan yang berjalan di atas awan, sungguh anggun dan rupawan, seperti raja dan ratu. Menggunakan gaun berwarna putih indah di pandang mata. Fokus bernyanyi mataku tertuju pada mempelai wanita. Sangat cantik mempelai wanitanya. Menggunakan mahkota berwarna putih dengan manik manik yang mengkilap berwarna emas membuat tamu undangan tak mau berpaling dari pandangannya, begitupun juga aku. Kedua mempelai sudah menginjak tangga pertama dari pelaminan, aku tatap terus mempelai wanita itu karena aku penasaran ingin tau. Nampaknya aku kenal dengan wajah ini, ya aku ingat sekali. Tapi apakah betul dia? Apakah dunia sesempit ini? Atau prasangku saja yang salah. Aku sedikit mencoba untuk mendekati kedua mempelai saat mereka ingin duduk di pelaminan sambil mengiringi. Aku tatap wajah mempelai wanita tersebut, ternyata dugaanku benar wanita itu adalah wanita yang biasa aku lihat di cafe itu. Oh tuhan apakah ini rencana hidup yang engkau berikan pada hamba. Pada saat itu aku seolah-olah kaku. Jantungku berdetak sangat kencang sekali. Tanganku gemetaran. Aku ingin memeluk wanita itu di depan suaminya pada saat itu. Tapi aku masih sadar bahwa ini akan merusak hari bahagianya, lagi pula iya tak mengenalku. Mencoba tegar dan tetap bernyanyi. Keringat mataku menetes di pipi. Aku tak kuat meliahat seseorang yang aku suka menikah di hadapanku sendiri. Tapi aku ini bodo dan konyol. Mengapa aku dahulu tak berkenalan dengannya, sedangkan sekarang aku menyesal, mencintai seseorang yang tidak aku kenal. Hal yang mustahil, tapi bagiku ini nyata. Entahlah!!
Pada hari itu juga hatiku sangat hancur, menyanyi di depan wanita yang aku suka. Aku tau aku tak mengenalnya. Aku tau dia tak mengenalku. Apa aku salah cinta padanya tanpa harus mengenalnya terlebih dahulu? Apakah cinta itu harus saling mengenal satu sama lain? Atau aku saja yang terlalu berkhayal tinggi?. Hati dan pikiranku kini sudah lumpuh, sungguh benar-benar lumpuh. Aku seolah-olah bermimpi dan tak percaya. Ternyata tuhan mempertemukan aku di hari bahagianya. Sesakit inikah cinta, tuhan?. Adaikan waktu bisa kuputar kembali. Aku akan kembali kepada masa laluku saat pertama aku melihatnya di cafe otu. Akan aku berkenalan dengannya. Mungkin aku yang akan duduk di kursi pelaminan itu berduang dengannya. Sudahlah aku tak mau berceloteh lagi. Sampai saat ini juga aku tak tau siapa nama wanita itu. Biarlah wanita itu menjadi cerita manis dalam hidupku. Wanita itu ku sebut Embun Pagi.
Pada hari ini aku dapat pelajaran hidup bahwa cinta itu harus di miliki. Karena kalau tidak di miliki akan sakit sakit hati pada akhirnya. Cinta itu pandangan mata. Cinta itu tulus karena hati dan cinta haruslah di perjuangkan. Cinta itu saling mengenal satu sama lain. Cinta itu anugrah terindah dari tuhan. Karena cinta aku punya cerita.



Puisi (Simbol Ibu Kota)



Simbol Ibu Kota
Karya : Kuswanto Ferdian

Bangunan yang kokoh
Menjulang ke atas langit
Menjadi persaksian bisu sejarah
Melahirkan banyak tokoh-tokoh
Pertarungan sengit
Peperangan penuh darah
Kau simbol bagi kesejahteraan rakyatmu
Kau simbol bagi perjuangan rakyatmu
Kau saksi bisu dari semua sejarah kotamu
Ya kini sekarang engkau berdiri tegak, kokoh serta menjulang ke atas langit
Kau berdiri tegak di tengah ibu kotamu
Kau juga yang bersaksi bahwa jasa pahlawan yang memperjuangkanmu
Harus di abadikan dan kini menjadi simbol
Engkau ku sebut monumen puputan

Puisi (Kembalikan Paru-Paruku)



Kembailkan Paru-Paruku
Karya : Kuswanto Ferdian
Kicauan burung ciblek di pagi hari saling bersahutan
Angin mendesis lirih begitu nyaman
Daun-daun menari-nari
Mentari pagi indah menyinari
Satu persatu daun jatuh berguguran
Putik bunga canna jatuh bertaburan
Nampaknya hutanku kini mulai tidak aman
Ada apa dengan hutanku kawan?
Hutan yang dulu rimbun, rindang, sejuk, dipenuhi oleh kicauan burung dan jenis pepohonan kini menjadi berita
Berita yang kubaca dari koran
Berita tentang kebakaran hutan
Ulah tangan manusia bukan hewan
Apa salah hutan kawan?
Ku memberimu oksigen
Ku kau bakar
Ku memberimu kayu
Ku kau tebang
Daun-daun berjatuhan merintih
Burung ciblek kini berkicau lirih
Bumipun ikut merintih
Karena paru-parunya tertindih
Bumi mengisyaratkan kepadamu kawan
Kembalikan paru-paru yang telah kau bakar
Bijiku, akarku, batangku, rantingku, daunku
Kembalikan hutanku.