Analisis
novel “1 Perempuan 14 Laki-laki” menggunakan pendekatan Psikologi Sastra
Kuswanto
Ferdian
140621100031
Abstrak: Karya sastra lahir dari sebuah budaya dan merupakan bagian
dari proses sejarah, dikarenakan karya sastra merupakan imitasi sosial budaya
yang muncul pada masyarakat. Sebagian besar karya sastra menceritakan kisah
kehidupan masyarakat yang di dalamnya terdapat permasalahan-permasalahan,
sehingga menimbulkan perilaku sosial pada anggota masyarakatnya. Perilaku yang
terjadi pada masyarakat tersebut sebagai bentuk kejiwaan dengan gejala-gejala
tertentu. Gejala sosial yang mengakibatkan perubahan perilaku dapat dikatakan sebagai
proses kejiwaan yang terjadi pada karya sastra. Nilai kejiwaan yang terjadi
dalam karya sastra di teliti sesuai ranah ketentuan penelitian psikologi
sastra. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra
sebagai aktivitas kejiwaan. Dari dasar permasalahan di dalam teks sastra
terdapat nilai kejiwaan, maka analisis psikologi sastra dilakukan untuk mengetahui
nilai kejiwaan yang muncul pada karya sastra berdasarkan aspek-aspek psikologi
sastra, dan pandangan psikologi sastra (psikoanalisis), dari dalam novel “1
Perempuan 14 Laki-laki” karya Djenar Maesa Ayu diterbitkan oleh Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, tahun 2011. Novel tersebut merupakan kumpulan beberapa
cerpen kolaborasi yang menceritakan tentang percintaan yang berbeda-beda dari
ke 14 penulis. Tokoh yang berbeda-beda serta alur cerita yang cukup menarik dan
bagus menjadi novel kolaborasi dari 14 cerpen. Dari penelitian psikologi sastra
pada “Novel 1 Perempuan 14 Laki-laki”, karya Djenar Maesa Ayu, di
simpulkan bahwa novel tersebut mempunyai kandungan psikologis yang cukup
signifikan berdasarkan pembatasan masalah yang dilakukan. Berdasarkan aspek-aspek
psikologi sastra, secara keseluruhan mengandung kejiwaan. Perubahan-perubahannya
tampak jelas diketahui. Apalagi perubahan yang terjadi pada tokoh utama yang
terkandung dalam ke 14 cerita tersebut, dikarenakan hampir pada setiap cerita
selalu muncul penokohan yang berkaitan dengan kejiwaan. Jika di lihat dari
psikoanalisis freud, novel tersebut juga mengandung tiga hal, yaitu Id, Ego,
dan Superego. Di mana novel tersebut sangat kental dengan unsur seks, yaitu
keinginan dari beberapa tokoh utama atas rangsangan yang masuk pada jiwanya,
sehingga secara tidak sadar tidak mampu dikendalikan. Lain daripada itu
permasalahan yang masuk pada pikiran memungkinkan adanya sebuah keputusan yang
harus di ambil sebagai respon tindakan. Hal tersebut yang mendasari jalannya
cerita dari awal hingga akhir.
Kata kunci: Analisis Psikologis, Psikoanalisis
I. Pendahuluan
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya
seni.Sastra juga cabang ilmu pengetahuan. Studi sastra memiliki metode-metode
yang absah dan ilmiah, walau tidak selalu sama dengan metode ilmu-ilmu alam.
Bedanya hanya saja ilmu-ilmu alam berbeda dengan tujuan ilmu-ilmu
budaya.Ilmu-ilmu alam mempelajari fakta-fakta yang berulang, sedangkan sejarah
mengkaji fakta-fakta yang silih berganti. Karya sastra pada dasarnya bersifat
umum dan sekaligus bersifat khusus, atau lebih tepat lagi : individual dan umum
sekaligus. Studi sastra adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang berkembang
terus-menerus.
Dengan perkembangannya ilmu tentang sastra maka bukan hanya
unsur-unsur yang terdapat didalam sebuah karya sastra saja yang dapat dikaji
atau analisis tetapi pada saat ini sastra juga dapat dikaji berdasarkan
faktor-faktor yang berasal dari luar sastra itu.Faktor-faktor dari luar karya
sastra yaitu sosiologi sastra, psikologi sastra serta antropologi
sastra.Sosiologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan masyarakat yang
menghasilkannya sebagai latar belakang sosialnya.Antropologi sastra, dibangun
atas dasar asumsi-asumsi genesis, dalam kaitannya dengan asal usul sastra.
Psikologi Sastra adalah analisis teks dengan
mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis.Artinya, psikologi
turut berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja
dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh,
maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan
dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra. Jadi, Secara
umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat
hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi Sastra”.
Analisis Teori Psikologi Sastra yang dilanjutkan dengan
Teori Psikoanalisis dan diaplikasikan dengan meminjam teori kepribadian ahli
psikologi terkenal Sigmund Freud. Dengan meletakkan teori Freud sebagai dasar
penganalisisan, maka pemecahan masalah akan gangguan kejiwaan tokoh utama akan
dapat dijembatani secara bertahap. Didalam makalah ini akan dikaji secara terperinci
tentang psikologi sastra dan pengaplikasiannya. Oleh karena itu apa yang dimaksud dengan Psikologi Sastra ? Dan bagaimana metode dalam menganalisis
Novel 1 Perempuan 14 Laki-laki?Bagaimana teknik yang digunakan dalam
menganalisis novel dengan pendekatan psikologi sastra ?Bagaimana kejiwaan tokoh
dalam novel 1 Perempuan 14 Laki-laki ?. tujuannya adalah, untuk dapat mendeskripsikan
pengertian Psikologi Sastra.Untuk dapat mendeskripsikan metode dalam
menganalisis Novel 1 Perempuan 14 Laki-laki.Untuk dapat mendeskripsikan teknik
dalam menganalisis Novel 1 Perempuan 14 Laki-laki dengan pendekatan Psikologi Sastra.Untuk
dapat mendeskripsikan kejiwaan beberapa tokoh dalam Novel 1 Perempuan 14 Laki-laki. Maka
permasalahan tersebut akan dibahas dalam jurnal ilmiah ini.
II. Kajian teori
A. Pengertian Psikologi Sastra
Psikologi secara sempit dapat
diartikan sebagai ilmu tentang jiwa.Sedangkan sastra adalah ilmu tentang karya
seni dengan tulis-menulis.Maka jika diartikan secara keseluruhan, psikologi
sastra merupakan ilmu yang mengkaji karya sastra dari sudut kejiwaannya.
Menurut Ratna (2004:350), “Psikologi
Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi
psikologis”. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan
sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut
baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya
perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang
terkandung dalam karya sastra..Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan
antara sastra dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru
yang disebut dengan “Psikologi Sastra”.Artinya, dengan meneliti sebuah karya
sastra melalui pendekatan Psikologi Sastra, secara tidak langsung kita telah
membicarakan psikologi karena dunia sastra tidak dapat dipisahkan dengan nilai
kejiwaan yang mungkin tersirat dalam karya sastra tersebut.
Menurut Wellek dan Austin (1989:90),
Istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian.Yang pertama
adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua
adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi
yang diterapkan pada karya sastra.Dan yang keempat mempelajari dampak sastra
pada pembaca (psikologi pembaca). Pendapat Wellek dan Austin tersebut
memberikan pemahaman akan begitu luasnya cakupan ilmu psikologi sastra.
Psikologi sastra tidak hanya berperan dalam satu unsur saja yang membangun
sebuah karya sastra.Mereka juga menyebutkan, “Dalam sebuah karya sastra yang
berhasil, psikologi sudah menyatu menjadi karya seni, oleh karena itu, tugas
peneliti adalah menguraikannya kembali sehingga menjadi jelas dan nyata apa
yang dilakukan oleh karya tersebut”.
B. Metodologi Analisis
1. Metode
Harus kita akui, bahwa di indonesia
analisis tentang psikologi sastra sangat lambat perkembangannya hal ini
disebabkan karena : a). Psikologi saStra seolah-olah hanya berkaitan dengan
manusia sebagai individu, kurang memberikan peranan terhadap subjek
transindividual, sehingga analisis dianggap sempit, b). Dikaitkan dengan
tradisi intelektual, teori-teori psikologis sangat terbatas, sehingga para
sarjana sastra kurang memiliki pemahaman terhadap bidang psikologi sastra, c).
Berkaitan dengan masalah yang pertama dan kedua , relevansi analisis psikologi
pada gilirannya kurang menarik minat, khususnya dikalangan mahasiswa, yang
dapat dibuktikan dengan sedikitnya skripsi dan karya tulis yang lain yang
memanfaatkan pendekatan psikologi sastra.
Sebenarnya didalam karya sastra
memiliki aspek-aspek kejiwaan yang sangat kaya, maka analisis psikologi harus
dimotivasi dan dikembangkan secara lebih serius lagi.Tujuan psikologi sastra
adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra.
Meskipun demikian, bukan berarti bahwa analisis psikologi sastra sama sekali
terlepas denga kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan hakikatnya, karya sastra
memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung.Misalnya melalu
pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, misalnya, masyarakat dapat memahami
perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-pemyimpangan lain yang terjadi didalam
masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan psikologi.
Menurut Wellek dan Warren ( 1962: 81
) membedakan analisis psikologis menjadi dua macam yaitu studi psikologi yang
semata-mata berkaitan dengan pengarang. Sedangkan studi yang kedua berhubungan
dengan inspirasi, ilham, dan kekuatan-kekuatan supranatural lainnya.Pada
dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang kedua, yaitu
pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang
terkandung didalam karya sastra. Pada umumnya aspek-aspek kemanusiaan yang
merupakan objek utama didalam psikologi sastra, sebab semata-mata dalam diri
manusia itulah, sebagai tokoh-tokoh , aspek kejiwaan dicangkokkan dan
diinvestasikan.
Dengan penjelasan diatas maka
penelitian psikologi sastra dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama,
melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap
suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya
sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang
dianggap relevan untuk melakukan analisis.Pada umumnya metodelogi penelitian
yang pertama memiliki kecenderungan untuk menempatkan karya satra sebagai
gejala sekunder sebab cara-cara penelitian yang dimaksudkan menganggap karya
sastra sebagai gejala yang pasif, atau semata-mata sebagai objek untuk
mengaplikasikan teori.
Psikologi sastra sebagaimana dimaksudkan
dalam pembicaraan ini adalah cara-cara penelitian yang dilakukan dengan
menempatkan karya sastra sebagai gejala yang dinamis.Karya sastralah yang
menentukan teori, bukan sebaliknya.Dengan mengambil analogi hubungan antara
psikolog dengan pasien diatas pada dasarnya sudah menjadi keseimbangan antara
karya sastra dengan teori.
2. Teknik
Psikoanalisis pertama kali
dimunculkan oleh “Bapak Psikoanalisis” terkenal Sigmund Freud yang berasal dari
Austria.“Psikoanalisis adalah istilah khusus dalam penelitian psikologi sastra”
(Endraswara, 2008:196).Artinya, psikoanalisis ini banyak diterapkan dalam
setiap penelitian sastra yang mempergunakan pendekatan psikologis.Umumnya,
dalam setiap pelaksanaan pendekatan psikologis terhadap penelitian sastra, yang
diambil dari teori psikoanalisis ini hanyalah bagian-bagian yang berguna dan
sesuai saja, terutama yang berkaitan dengan pembahasan sifat dan perwatakan
manusia.Pembahasan sifat dan perwatakan manusia tersebut meliputi cakupan yang
relatif luas karena manusia senantiasa menunjukkan keadaan jiwa yang
berbeda-beda.
Psikoanalisis juga menguraikan
kelainan atau gangguan jiwa, “Namun dapat dipastikan bahwa Psikoanalisis
bukanlah merupakan keseluruhan dari ilmu jiwa, tetapi merupakan suatu cabang
dan mungkin malahan dasar dari keseluruhan ilmu jiwa” (Calvin,
1995:24).Berdasarkan pernyataan tersebut secara umum dapat disimpulkan bahwa
psikoanalisis merupakan tombak dasar penelitian kejiwaan dalam mencapai tahap
penelitian yang lebih serius, khususnya karya sastra dalam hal
ini.Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis tokoh-tokoh
dalam drama atau novel secara psikologis.Tokoh-tokoh tersebut umumnya merupakan
imajinasi atau khayalan pengarang yang berada dalam kondisi jiwa yang sehat
maupun terganggu, lalu dituangkan menjadi sebuah karya yang indah.Keadaan jiwa
yang sehat dan terganggu inilah yang menjadi cermin lahirnya karya dengan tokoh
berjiwa sehat maupun terganggu.
Konsep Freud yang paling mendasar
adalah teorinya tentang ketidaksadaran.Pada awalnya, Freud membagi taraf
kesadaran manusia menjadi tiga lapis, yakni
lapisan unconscious (taksadar),
lapisan preconscious (prasadar), dan
lapisan conscious (sadar).Di antara tiga lapisan itu, taksadar adalah
bagian terbesar yang memengaruhi perilaku manusia.Freud menganalogikannya
dengan fenomena gunung es di lautan, di mana bagian paling atas yang tampak di
permukaan laut mewakili lapisan sadar.Prasadar adalah bagian yang turun-naik di
bawah dan di atas permukaan.Sedangkan bagian terbesar justru yang berada di
bawah laut, mewakili taksadar.
Dalam buku-bukunya yang lebih
mutakhir, Freud meninggalkan pembagian lapisan kesadaran di atas, dan
menggantinya dengan konsep yang lebih teknis.Tetapi basis konsepnya tetap
mengenai ketidaksadaran, yaitu bahwa tingkah laku manusia lebih banyak
digerakkan oleh aspek-aspek tak sadar dalam dirinya. Pembagian itu dikenal
dengan sebutan struktur kepribadian manusia, dan tetap terdiri atas tiga unsur,
yaitu
a) Id
Id adalah satu-satunya komponen
kepribadian yang hadir sejak lahir.Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan
termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber
segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian Id didorong oleh
prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan
dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah
kecemasan negara atau ketegangan.Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau
haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum.id ini sangat
penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi.
Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id
terpenuhi.
Namun, segera memuaskan kebutuhan
ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya
oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang
kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri.
Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima.
Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh
prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra
mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.
b) Ego
Ego adalah komponen kepribadian yang
bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego
berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam
cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar,
prasadar, dan tidak sadar.
Ego bekerja berdasarkan prinsip
realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang
realistis dan sosial yang sesuai.Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat
dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls.
Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda
kepuasan – ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam
waktu yang tepat dan tempat.
Ego juga pelepasan ketegangan yang
diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui proses sekunder, di mana
ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok dengan gambaran
mental yang diciptakan oleh proses primer id’s.
c) Superego
Komponen terakhir untuk
mengembangkan kepribadian adalah superego.superego adalah aspek kepribadian
yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita
peroleh dari kedua orang
tua dan
masyarakat – kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk
membuat penilaian.Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku
yang baik.Perilaku ini termasuk orang yang disetujui oleh figur otoritas orang
tua dan lainnya.Mematuhi aturan-aturan ini menyebabkan perasaan kebanggaan,
nilai dan prestasi.
Hati nurani mencakup informasi
tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat.Perilaku ini
sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan
bersalah dan penyesalan.Superego bertindak untuk menyempurnakan dan
membudayakan perilaku kita.Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat
diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas
standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir
dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.Maka dari itu timbullah
interaksi dari ketiga unsur unsur diatas yaitu dengan kekuatan bersaing begitu
banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan
superego. Freud menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan
ego berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego
yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan
kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras
hati atau terlalu mengganggu.
Banyak pendapat mengatakan bahwa
teori Freud hanya berhasil untuk mengungkapkan genesis karya sastra , jadi,
sangat dekat dengan penelitian proses kreatif. Relevansi teori Freud dianggap
sangat terbatas dalam rangka memahami sebuah karya sastra.Meskipun demikian, menurut
Milner, peran teori Freud tidak terbatas sebagaimana dinyatakan sebelumnya.
Menurutnya, teori Freud memiliki inplikasi yang sangat luas tergantung
bagaimana cara pengoprasiaannya. Disatu pihak , hubungan psikologi dengan
sastra didasarkan atas pemahaman, bahwa sebagaimana bahasa pasien, sastra
secara langsung menampilkan ketaksadaran bahasa. Dipihak lain menyatakan bahwa
psikologi Freud memanfaatkan mimpi, fantasi, dan mite, sedangkan ketiga hal
tersebut merupakan masalah pokok didalam sastra.\
III.
Hasil dan Pembahasan
C.
Analisis Novel “1 Perempuan 14 Laki-laki” Berdasarkan Pendekatan Psikologi
Sastra
1. Identitas Novel
-
Judul
: 1 Perempuan 14 Laki-laki
- Pengarang
: Djenar Maesa Ayu, dkk
- Jumlah
Halaman : 124 halaman
- Penerbit
: Gramedia Pustaka
Utama
2. Sinopsis
Novel berjudul 1 Perempuan 14 Laki-laki ini merupakan Novel kolaborasi dari 14
Laki-laki.Novel ini merupakan kumpulan dari beberapa cerpen yang di jadikan
sebuah novel.Ide untuk menulis cerpen kolaborasi
muncul dalam pikiran Djenar Maesa Ayu, seperti pengakuannya, mengalami
kebuntuan dalam menulis fiksi selama empat tahun. Agus Noor, seorang penulis
fiksi, menjadi laki-laki pertama yang diajak Djenar untuk terlibat dalam uji
cobanya. Dalam waktu sehari, bersama Agus Noor, Djenar ternyata bisa menghasilkan
satu cerpen. Sukses dengan Agus Noor, Djenar ingin menjajal laki-laki lain.
Seperti yang ia lakukan dengan Agus Noor, setiap laki-laki akan menulis cerpen
bersamanya, secara bergantian mengisi ruang kosong, tanpa konsep sebelumnya.
Siapakah yang akan jadi tokoh cerita, jalinan cerita akan menjadi seperti apa,
tidak dibicarakan sebelumnya. Menurut Agus Noor, proses kreatif seperti ini
ibarat dua petinju yang sedang saling tukar jurus pukulan, sementara bagi
Djenar, bagaikan dua orang yang sedang kasmaran sehingga selalu ingin memahami
dan menyenggamai masing-masing pikiran.
Djenar Maesa Ayu bekerja sama dengan 13 laki-laki lainnya demi
‘memburu orgasme pikiran’. Penulis fiksi dan bukan penulis fiksi. Mereka
adalah: Arya Yudistira Syuman (kakak Djenar, koreografer), Butet Kartaredjasa
(aktor teater), Enrico Soekarno (seniman lukisan, gambar, etsa, dan fotografi),
Indra Herlambang (presenter, aktor, penulis), JRX (I Gede Ary Astina, musisi),
Lukman Sardi (aktor), Mudji Sutrisno (romo, guru besar), Nugroho Suksmanto
(penulis cerpen dan puisi), Richard Oh (penulis dan sutradara), Robertus Robert
(dosen dan penulis nonfiksi), Sardono W. Kusumo (penari, koreografer,
sutradara, guru besar ilmu seni tari), Sujiwo Tejo (budayawan), dan Totot
Indrarto (kritikus film, praktisi periklanan). Hasil perburuan mereka mewujud
sebagai kumpulan cerpen yang judulnya merepresentasikan perbandingan kelamin
para penulisnya, 1 Perempuan 14 Laki-laki. Sebuah judul provokatif, yang
akan membawa imajinasi pembaca cerpen-cerpen Djenar sebelumnya yang tidak lepas
dari pergumulan psikologis terkait dengan percintaan dan seksualitas. Dan
memang, tidak ada yang baru dalam cerpen-cerpen kolaborasi 1 perempuan dan 14
laki-laki ini.Seolah bersetia dengan jalur yang diretas Djenar sejak awal,
lahirlah cerita-cerita yang nyaris semuanya disemburati nuansa seksualitas khas
Djenar.
Percintaan dan seksualitas langsung menabrak mata pembaca pada
cerpen pertama, Kunang-kunang Dalam Bir (Agus Noor). Warna serupa
menyebar dalam Ramaraib (Sardono W. Kusumo), Matahari di Klab Malam
(Arya Yudistira Syuman), Rembulan Ungu di Kuru Setra (Sujiwo Tejo), Bukumuka
(Nugroho Suksmanto), dan Dijerat Saklar (Robertus Robert).
Percintaan yang sedikit berbeda tampak dalam Kupunyakupu (Totot
Indrarto), di sini cinta dan seks dimainkan dua manusia berkelamin
identik.Sedangkan cinta wajar kendati tidak berlangsung mulus dijumpai Ra
Kuadrat (Lukman Sardi) dan Napas Dalam Balon Karet (Richard Oh).
Bersama Enrico Soekarno, dalam Cat Hitam Berjari Enam,
Djenar sedikit mengangsurkan tema berbeda. Dalam durasinya yang singkat,
pembaca yang jeli akan langsung bisa menghubungkan tragedi di dalamnya dengan
kasus yang pernah merebak di negeri ini.
Apa yang dijabarkan secara panjang lebar oleh Sekar Ayu Asmara
dalam novelnya yang telah difilmkan, Pintu Terlarang, hadir secara
ringkas dalam Menyeruput Kopi di Wajah Tampan. Cerpen ini ditulis Djenar
bersama Indra Herlambang, yang pernah berkolaborasi dengannya menulis skenario
film, Mereka Bilang Saya Monyet.
Cerita jenaka pemicu senyum hadir dari kolaborasi Djenar
dengan Butet Kartaredjasa.Mereka mengolah kecemburuan usang yang melibatkan
aroma lavender antara sepasang suami-istri renta dalam Balsem Lavender.
Tidak semua cerita dalam kumpulan cerpen ini sedap dinikmati.Kulkas
dari Langit (JRX) dan Polos (Mudji Sutrisno) adalah dua cerpen
termasuk dalam kategori dimaksud.
satupoint yang menarik adalah:
dalam buku 1 Perempuan 14 Laki-laki ini, Djenar berkolaborasi dengan
14 orang laki-laki, dengan latar profesi yang beragam. Saya, kebetulan ada di
antara ke 14 “laki-laki yang beruntung” itu.Eghmmm. Agus Noor dan
Djenar bisa menyelesaikan satu cerpen: Kunang-kunang dalam Bir.Cerpen ini, sempat muncul di Kompas.Apa
kata Djenar, perihal bukunya ini, baiklah, saya bocorkan
sedikit pengantar yang ditulisnya untuk buku 1 Perempuan 14 Laki-laki:
Saya selalu percaya
bahwa inspirasi bukanlah sesuatu yang bisa saya datangkan, namun inspirasilah
yang mendatangi saya. Maka disiplin yang saya lakukan adalah, selalu setia di
depanlaptop ketika sedang ada waktu senggang sehingga akan selalu siap
mentransformasikan insipirasi ke dalam teks ketika ia datang. Selanjutnya,
biarkan diri saya menjadi objek dan teks yang menjadi subjeknya.Biarkan teks
itulah yang menjadi raja.Hal inilah yang saya tawarkan kepada Agus Noor:
Menulis tanpa konsep. Seperti yang Agus Noor sudah tulis di blognya
dengan judul “Kunang-Kunang dalam Bir” –sesuai dengan judul cerpen yang
akhirnya berhasil kami tulis berdua– kami akan mencoba menulis bergantian
kalimat perkalimat. Begitulah kesepakatan kami sambil menikmati secangkir kopi
hangat.Sebelum malam mulai larut, dan kopi sudah berganti bir yang dengan
segera berpindah ke perut, saya terinspirasi untuk menulis kalimat pertama.“Di
kafe itu, ia meneguk kenangan.”Setelah itu saya menyodorkan laptop ke arah Agus
Noor untuk dibaca dan dilanjutkan.Demikian seterusnya.Awal kesepakatan untuk
menulis bergantian kalimat perkalimat, akhirnya kami bebaskan kepada perasaan
kami saja.Apabila baik saya maupun Agus Noor masih asyik menulis lebih dari
satu kalimat, tidak ada salah satu dari kami yang berusaha menghentikannya.Jika
Agus Noor mengumpamakan proses kreatif kami sebagai dua petinju yang sedang
saling menukar jurus-jurus pukulan, saya lebih senang mengumpamakannya sebagai
dua orang yang sedang kasmaran sehingga selalu ingin memahami dan menyenggamai
masing-masing pikiran. Selalu ingin berdekatan dengan bibir yang saling
berpagut pada lidah yang melulu ingin memenuhi tiap ruang kosong.Dan dalam
situasi seperti itu, pikiran sepasang manusia yang kasmaran ini pun bolong.Hanya
intuisi yang menggerakkan tiap indera perasa. Mereka lupa dan merdeka, karena
ada faktor lain yang bekerja, yaitu rasa kasmaran atau cinta. Cinta, yang saya
perumpamakan sebagai teks inilah satu-satunya subjek yang menuntun gerakan jari
kami berdua ketika menulis bersama.Kami menyelesaikan satu cerpen hingga dini
hari. Walaupun saya sudah terbiasa menulis tanpa konsep, namun berhasil menulis
berdua dengan cara seperti itu tetap saja membuat saya takjub. Saya pun mulai
berpikir, bagaimana jika saya melakukannya bukan dengan seorang penulis? Apakah
cara menulis tanpa konsep seperti itu akan berhasil juga?.
Akhirnya saya
menghubungi beberapa sahabat, yang dengan segera menyambut ide saya dengan
hangat. Kali kedua saya menulis dengan Totot Indrarto, seorang krikitus film
yang sering memanggil saya dengan sebutan monyet. Hal yang terjadi selanjutnya,
tidak berbeda dengan apa yang saya lakukan dan rasakan dengan Agus Noor. Kami
berhasil menyelesaikan satu cerpen dalam waktu satu hari. Saya ingat benar,
kami memulainya pukul delapan malam hingga jam empat pagi. Saya pun semakin
percaya diri dan selama lima hari berturut-turut menulis bergantian dengan
beberapa sahabat laki-laki: Sudjiwo Tedjo, Sardono W. Kusumo, Enrico Soekarno,
Indra Herlambang, dan kakak tertua saya, Arya Yudistira Syuman.Menulis bersama
yang bukan penulis bagi saya adalah sebuah pengalaman yang sangat
mengesankan.Banyak medium di luar teks yang begitu menggugah perasaan.Salah
satunya adalah menulis dengan Mas Sardono. Ketika Mas Sardono berbicara, ketika
ia mengerjapkan matanya setiap kali mencoba mengingat satu peristiwa, ketika
tangannya bergerak menirukan gaya sebuah karya tari, ketika pada akhirnya saya
mengantar dari coffeewar menuju rumahnya yang juga masih berada di daerah
Kemang dengan berjalan kaki, segalanya mengalir bagai sebuah tarian. Pada saat
itu pun saya segera sadar, jika Mas Sardono tengah menulis dengan begitu apik
lewat tubuhnya dan hal inilah yang harus segera saya tumpahkan ke dalam
tulisan.
Pengalaman yang cukup
unik juga saya rasakan ketika bertemu Jering, salah satu personel band Superman
Is Dead, yang juga dikenal dengan inisial JRX. Tidak seperti
sahabat-sahabat lain, saya belum pernah berjumpa dengan Jering sama sekali.
Kami saling mengenal lewat salah satu situs pertemanan di Internet. Yang
menarik saya untuk mengajaknya bekerja sama, tidak lain karena tulisan-tulisan
pendeknya di situs pertemanan tersebut. Pada satu kesempatan berlibur dengan
anak-anak ke Bali, Pulau Dewata tempat Jering berdomisili, saya pun menyempatkan
waktu untuk menulis bersamanya.Di sebuah Diner miliknya yang riuh,
kami tidak saja berusaha memahami teks yang kami saling ketik, namun lewat teks
jualah kami mengawali awal persahabatan yang begitu instan.Dan cukup dua kali
pertemuan yang kami butuhkan.Satu cerpen pun berhasil kami selesaikan.
3. Kajian Psikologi Sastra
Novel “1 Perempuan 14 Laki-laki” Karya Djenar Maesa Ayu dkk
a) Tokoh
1. Aku (KUNANG-KUNANG DALAM BIR) adalah
tokoh utama dalam cerita pendek Djenar Maesa Ayu dan Agus Noor. Mengunggapkan
beberapa kenangan pada masa lalu ketika ia masih pacaran. Dulu ketika ia masih
mengenakan seragam putih abu-abu. Saat senyumnya masih seranum mangga muda.
Dengan rambut tergerai hingga di atas buah dada. Saat itu ia yakin, ia tak
mungkin bisa bahagia tanpa dia.
2. Dia (CAT HITAM BERJARI ENAM) adalah
tokoh utama dalam cerita pendek Djenar Maesa Ayu dan Enrico Soekarno. Tokoh
“Dia” merupakan seorang pelukis yang selalu melukis di kanvas berwarna putih
tetapi setiap ia ingin melukis, ia selalu ingat pada kenangannya yang sangat
kelam begitu pahit karena kehilangan kedua orang tuanya sedangkan ia
mencari-cari kedua orang tuanya tetapi sia-sia.
3. Cut (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH
TAMPAN) adalah tokoh utama dalam cerita pendek Djenar Maesa Ayu dan Indra
Herlambang. Bercerita tentang pengalaman hidupnya yang diperoleh dari orang lain
dan dirinya sendiri. Ketika ia sedang ikut casting di cafe dengan lelaki bajingan bersepatu putih.
4. Mbak Kus (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH
TAMPAN) pembantu rumah tangga yang dihamili oleh supir tetangganya.
5. Ibu (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH
TAMPAN) ibu dari cut.
6. Bapak (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH
TAMPAN) bapak dari cut yang bertindak bodoh diatas kebodohannya sendiri.
7. Rama (R A M A R A I B )penari
sekaligus anak didik terbaik dari beberapa penari dari keraton.
8. Guru (R A M A R A I B ) seorang guru
tari dari rama yang sangat tegas dan lincah.
9. Saya (KUPUNYAKUPU) seorang perempuan
yang pasrah akan nasib hidupnya.
10. Kamu (KUPUNYAKUPU) seorang pria
pemabuk yang selalu ingin memuaskan diri sendiri, tetapi tidak pernah
memikirkan orang lain.
11. Saya (KULKAS.DARI.LANGIT.) seorang
perempuan yang mencintai kehangatan dari pada kulkas yang dingin.
12. Mas-mas (KULKAS.DARI.LANGIT.)
seorang yang kaya dengan arloji emas ditannganya.
13. Saya (MATAHARI DI KLAB MALAM)
seorang laki-laki yang tegas dengan pendiriannya sendiri. Merupakan tokoh utama
dalam novel ini.
14. Dia (MATAHARI DI KLAB MALAM) adalah
seorang perempuan pelacur di klab malam yang sering melayani para lelaki yang
datang di klab malam tersebut.
15. Raditya (REMBULAN UNGU KURU SETRA)
adalah seorang laki-laki tampan putra dari dewa zeus. Dia adalah kekasih dari
Prita.
16. Prita (REMBULAN UNGU KURU SETRA)
adalah seorang kekasih dari Raditya. Tetapi hubungannya tidak direstui oleh Mas
Tedjo.
17. Mas Tedjo (REMBULAN UNGU KURU SETRA)
kakak dari Prita yang sangat peduli dengan Prita dan sangat menyayangi Prita.
18. Antonio (NAPAS DALAM BALON KARET)
seorang pria yang pantang menyerah ingin mengenal seorang perempuan yang
bernama Roselyn.
19. Roselyn (NAPAS DALAM BALON KARET)
seorang perempuan yang sangat cantik tetapi acuh tak acuh terhadap Antonio yang
ingin mengenalnya.
20. Kusmanto (BUKUMUKA) seorang yang
kaya raya dan seorang pengusaha tetapi ia suka bermain perempuan.
21. Ayu (BUKUMUKA) perempuan yang masih
bersuami tetatpi tidak mempunyai seorang anak.
22. Rudy (BUKUMUKA) suami dari Ayu yang
meiliki tubuh kekar dan besar.
23. Ranu (RA KUADRAT) seorang lelaki
yang gemar membaca buku di perpustakaan.
24. Rani (RA KUADRAT) seorang perempuan
yang cantik dan rajin dia adalah kekasih ranu.
25. Ganesha (RA KUADRAT) laki-laki
tampan yang kaya raya dan banyak disukai oelh wanita dia juga kharismatik.
26. Dia (DIJERAT SAKLAR) dia adalah
tokoh utama dalam novel ini. Ia adalah seorang laki-laki yang memiliki sifat
seks tinggi.
27. Saya (POLOS) merupakan tokoh utama
dalam novel ini dia adalah seorang laki-laki yang sedang rindu akan kekasihnya
yaitu Nayla.
28. Nayla (POLOS) seorang perempuan yang
sanagat cantik yang dirindukan oleh tokoh “Saya”.
29. Mas Gun (BALSEM LAVENDER) seorang
lelaki pemain bola legenderis wakyu masih masa mudanya.
30. Lastri (BALSEM LAVENDER) istri dari
Mas Gun.
31. Yu Sum (BALSEM LAVENDER) tukang
pijat janda beranak dua yang mencari penghasilan untuk menghidupi anak-anaknya
melalui pekerjaan memijat
b) Analisis Tokoh
dalam Novel 1 Perempuan 14 Laki-laki Berdasarkan Pendekatan Psikologi Sastra
1) Aku (KUNANG-KUNANG DALAM BIR)
Dalam
novel ini, ketika kita melihat dari segi psikologi sastra, tokoh Aku adalah
seorang yang mempunyai kejiwaan yang kuat untuk bertahan terhadap keinginannya
dan selalu ingin meraih keinginannya. Hal ini dapat dibuktikan pada kalimat:
“Aku
akan selalu mencintaimu, kekasihku”. (Hal. 1)
Selain
itu, tokoh Aku juga adalah seorang yang rendah diri dan selalu menerima
kenyataan. Hal ini dapat di buktikan pada kalimat:
“Keduanya
akan selalu mengingatkanku padamu. Bila kau mati dan menjelma kunang-kunang,
aku akan menyimpanmu dalam botol bir. Kau akan terlihat kuning kehijauan. Tapi
kita tak akan pernah tahu bukan, siapa di antara kita yang akan menjadi
kunang-kunang lebih dulu? Kita tak akan pernah bisa menduga takdir. Kita bisa
memesan segelas bir tetapi kita tak pernah bisa memesan takdir”. (Hal. 7)
2) Dia (CAT HITAM BERJARI ENAM)
Dalam novel ini, ketika melihat dari
segi psikologoi sastra, tokoh “Dia” adalah orang yang pantang menyerah, itu
dapat dibuktikan pada kalimat:
“Dia menuju
rumahnya yang tinggal puing dan abu.Dia cari-cari ayah dan ibunya tapi
sia-sia.Hampir menyerah, dia melihat sesuatu.Dan ketika dia hampiri ternyata
sepotong kaki.Lemas dia ketika melihat cirri-ciri di sepotong kaki tersebut
yang hanya dimiliki ayahnya. Kaki kirinya memiliki enam jari:. (Hal. 13)
3) Cut (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH TAMPAN)
Sosok Cut dalam novel ini memiliki
kejiwaan yang keras kepala dan berani sampai pada perbuatannya melemparkan
piring pada lelaki bajingan yang mengajak dia untuk beradegan mesum pada
castingnya di cafe, dalam hal ini dapat di buktikan pada kalimat:
“Saya baru
tahu betapa kerasnya kepala manusia saat piring yang saya lemparkan pecah
berantakan tepat di dahinya.Lalu jatuh berkeping-keping dari tempat kami duduk
hingga ke lantai dansa.Pecahan-pecahannya tertimpa cahaya bola lampu raksasa
yang bergerak berputar seperti bumi”. (Hal. 18)
4)
Mbak Kus (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH TAMPAN)
Mbak
Kus dalam novel ini memiliki kejiwaan seorang yang suka member nasihat pada
orang lain. Dalam hal ini dapat di buktikan pada kalimat:
“sebenarnya
banyak sudah pelajaran yang saya dapat dari Ibu. Dari Mbak Kus. Tapi seperti
kata Bapak.Saya memang bodoh”. (Hal. 20)
5) Ibu
(MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH TAMPAN)
Aspek kejiwaan tokoh Ibu suka memeberikan nasihat pada anaknya .Dalam hal ini
terbukti dari penggalan kalimat:
“Seharusnya
banyak sudah pelajaran yang saya dapat. Dari Ibu. Dari Mbak Kus. Tapi seperti
kata Bapak.Saya memang bodoh”.(Hal. 20)
6) Bapak (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH TAMPAN)
Aspek kejiwaan ayah dalam novel ini memiliki kejiwaan yang keras.Dalam
hal ini terbukti pada kalimat:
“Sebuah
tamparan melayang di pipi saya. Tamparan Bapak. Saya hafal benar rasanya.Pedas
dan panas.Membuat telinga berdenging sebentar lalu wajah terasa kebas”. (Hal.
17)
7) Rama (R A M A R A I B)
Aspek kejiwaan Rama dalam novel ini
adalah seseorang yang penakut dan
penurut. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Tiba-tiba kurasakan jari teman yang duduk di sebelahku
mencolek pahaku dari bawah meja.Pertanda aku tak punya pilihan selain
meminumnya.Dengan terpaksa, tanganku terulur kearah gelas kaca.Meraihnya.Mendekatkan
ke bibirku dan meminumnya”. (Hal. 28)
8) Guru (R A M A R A I B)
Aspek kejiwaan seorang Guru dalam novel ini adalah seorang
yang suka meminum minuman beralkohol. Kesenangannya sebelum melakukan tarian
adalah mabuk. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Kudengar suara kursi kayu berderit ketika ia
sekonyong-konyong berdiri.Diraihnya gelas kaca kosong yang baru saja kuletakkan
di atas meja tepat di bawah hidungku.Lalu di tuangkannya Jenewer ke dalam gelas
kaca itu.Di teguknya sekali habis.Apa yang sebenarnya ada dalam botol sama
sekali tak ia gubris. Di tuangkannya lagi dan diteguknya sampai habis”. (Hal.
28-29)
9) Saya (KUPUNYAKUPU)
Aspek kejiwaan tokoh “Saya” pada novel ini adalah seorang
perempuan yang nakal dan pemabuk. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Jadi sekarang saya sudah terjebak dan seperti tidak punya
pilihan apa-apa.Terjebak pada berbagai peristiwa yang terjadi di antara kami
berdua.Terjebak dalam pertemuan tak sengaja di kafe langganan ini.Terjebak oleh
pengaruh alcohol dari gelas-gelas bir yang kami minum sejak tadi.Dan kini
terjebak bersama kelemahan hati saya sendiri”. (Hal. 34)
10) Kamu (KUPUNYAKUPU)
Aspek kejiwaan tokoh “Kamu” pada novel ini adalah seorang laki-laki
yang pemarah dan suka emosi. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Kenapa harus
selalu saya?”Tanya saya, membangun pagar di sekeliling diri, tahu kebiasaannya
memojokkan dan pada saat bersamaan menumpahkan semua persoalan sebagai tanggung
jawab saya.Pertanyaan pendek itu langsung menyulut sumbu emosinya dengan sangat
cepat sampai ke pangkalnya.Dan meledak begitu rupa sampai memecahkan beberapa
galas bir dan membuat cacat sebuah patung kayu berbentuk mirip kelamin
pria.Peristiwa itu kebetulan terjadi di pesta seorang sahabat, ketika saya dan
dia sudah terlalu banyak mengosongkan gelas-gelas bir”. (Hal. 35)
11) Saya (KULKAS.DARI.LANGIT.)
Tokoh “Saya” dalam cerita ini adalah seorang perempuan. Aspek kejiwaan
jika dilihat melalui psikologi sastra tokoh saya adalah seorang yang senang akan
kebebasan. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Saya tidak
pernah tertarik dengan kulkas.Dingin.Saya mencintai kehangatan.Menanti benar
tibanya mentari di ujung samudera, dan sinarnya membentuk garis emas yang
terbujur memanjang hingga pucuk pantai.Pantai adalah perhentian saya sebelum
kilometer666.Disana ada kebebasan yang sempurna”. (Hal. 44)
12) Mas-mas
(KULKAS.DARI.LANGIT.)
Aspek kejiwaan dari tokoh ini adalah seseorang yang tegas dan disiplin.
Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Mas-mas
mengenakan arloji emas dengan sigap memanggil pelayan yang dengan segera
mencatat pesanan”. (Hal. 45)
13) Saya
(MATAHARI DI KLAB MALAM)
Tokoh “Saya” dalam novel ini adalah seorang laki-laki yang sangat
tampa. Aspek kejiwaan dari tokoh adalah seseorang yang tegas dan teguh pada
pendiriannya. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Bila saya
bertemu dengan orang-orang yang mengenal saya, saya pun tak peduli.Ini hidup
saya. Saya yang membuat keputusan akan apa yang saya mau. Tidak ada urusan
dengan orang-orang lain”. (Hal.52)
14) Dia
(MATAHARIDI KLAB MALAM)
Tokoh “Dia” dalam novel ini adalah seorang perempuan.Ia adalah seorang
pelacur di klab malam yang dijumpai oleh seorang laki-laki pada tokoh “Saya”.
Dilihjat dari segi psikologi sastra aspke kejiwaan dari tokoh ini adalah
seorang yang nakal yang suka menggoda laki-laki karna sudah pekerjaannya
melayani laki-laki yang dating. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Matahariku,”
panggilnya sambil menyodorkan baju. Ternyata ia pun sudah berbaju. Naju yang
berbelahan dada rendah dan menunjukkan belahan payudaranya.Baju yang
memperlihatkan betapa ramping pinggang dan jenjang kakinya.Pemandangan yang
dapat dimiliki oelh setiap mata yang melihatnya.Dan di dalamnya, adalah tubuh
yang juga dapat dinikmati oleh siapa pun yang mampu membayarnya.Yang bukan
milik saya”. (Hal. 52-53)
15) Raditya
(REMBULAN UNGU KURU SETRA)
Aspek kejiwaan dari tokoh Raditya adalah seorang yang pemarah. Dalam
hal ini terbukti pada kalimat:
“Kamu Tanya
apa barusan, Prita?Ciumanku tak bisa kamu Tanya dengan why, what for,
dengan….aaaah!” Raditya hamper saja membanting gitarnya. Padahal seharusnya
gitar itu tidak layak untuk jadi sasaran amarahnya”. (Hal. 59)
16) Prita
(REMBULAN UNGU KURU SETRA)
Aspek kejiwaan dari tokoh Prita adalah seorang perempua yang rendah
diri dan mempunyai sifat yang jujur. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Kamu kok
nuduh begitu, Mas? Aku kan udah bilang jalan-jalan cari oleh-oleh. Bener. Aku
gak bilang kalo aku pergi sama Radit”. (Hal. 66)
17) Mas Tedjo
(REMBULAN UNGU KURU SETRA)
Aspek kejiwaan dari tokoh Mas Tedjo adalah seorang yang pemarah dan
penyayang terhadap Prita. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Jangan
bohonglah kamu.Ngapain kamu bela-belain pergi keluar cari ini-itu-ini-itu.Cuaca
dingin kayak gini kok malah kelayapan. Sama sekali nggak masuk akal! Aku udah
hafal polah tingkah kamu luar dalam, Prita. Udah lebih dua tahun kita kumpul!
Mana itu gembel barduwak, biar kukirimdia pulang ke Jakarta sekarang!”. (Hal.
66)
18) Antonio
(NAPAS DALAM BALON KARET)
Aspek kejiwaan tokoh Atonio adalah seseorang yang lembut. Dalam hal ini
terbukti pada kalimat:
“Ayo coba,”
Antonio berkata sambil memandu lembut tangan Roselyn agar memegang balon karet
lalu mengarahkan ke mulutnya”. (Hal. 78)
19) Roselyn
(NAPAS DALAM BALON KARET)
Aspek kejiwaan tokoh Roselyn adalah seorang yang pemalu. Dalam hal ini
terbukti pada kalimat:
“Tatapan
malu-malu Roselyn dulu sudah berubah menjadi tatapan menggoda.Alangkah cepatnya
waktu mengubah manusia”. (Hal 74)
20) Kusmanto (BUKUMUKA)
Aspek kejiwaan tokoh Kusmanto adalah seseorang mudah putus
asa dan tidak bertanggung jawab atas semua perbuatan yang pernah dia lakukan
pada Ayu. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Pagi
yang muram mulai terbatuk jauh di ufuk.Burung hantu pun terkantuk-kantuk. Di
lantai 36 gedung kantornya, kusmanto
tercenung. Dilemma yang ia rundung membuat harinya semakin mendung. Pertanyaan
menyeruak di benak-benaknya, apakah lebih baik menghadapi suami Ayu yang akan
menuntut pertanggung jawaban dengan cara mengharapkan kenikmatan sanggama gila
darinya, atau melompat saja dari lantai 36 gedung kantornya? Toh kedua pilihan
itu akan berakhir dengan kematian juga, walaupun beda ujudnya”. (Hal. 88)
21) Ayu (BUKUMUKA)
Aspek kejiwaan pada tokoh ini adalah seorang yang nakal dan
suka menggoda para lelaki yang disukainya. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Keluarkan
saja di dalam!” pinta Ayu kali pertama mereka melakukannya.Tak terbesit sedikit
pun rasa curiga dibenak Kusmanto saat itu.Ayu masih menyandang status istri.Tak
mungkin ia gegabah bertindak jika tak mau diceraikan suaminya”. (Hal. 82)
22) Rudy (BUKUMUKA)
Dalam novel ini tokoh Rudy mempunyai aspek kejiwaan yang
tegas dan pemberani. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Jadi kamu Kusmanto! Saya Rudy , suami Ayu!” katanya tegas
sambil menutup pintu di belakangnya yang dengan segera berdegam kencang
sekali”. (Hal. 85)
23) Ranu (RA KUADRAT)
Aspek kejiwaan dari tokoh ini apabila di tinjau dari
psikologi sastra memiliki sifat yang rajin. Dalam hal ini terbukti pada
kalimat:
“Seingatnya,
Ranu sangat identik dengan rani.Dua sejoli ini sering menghabiskan waktu
bersama di antara tumpukan buku perpustakaan ketika murid-murid lain sibuk
bertukaran wawasan tentang merek-merek kenamaan”. (Hal. 90)
24) Rani (RA KUADRAT)
Aspek kejiwaan dari tokoh ini adalah seorang yang rajin dan
suka menghabiskan waktu di perpustakaan. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Seingatnya,
Ranu sangat identik dengan rani.Dua sejoli ini sering menghabiskan waktu
bersama di antara tumpukan buku perpustakaan ketika murid-murid lain sibuk
bertukaran wawasan tentang merek-merek kenamaan”. (Hal. 90)
25) Ganesha (RA KUADRAT)
Aspek kejiwaan dari tokoh ini
apabila di tinjau dari psikologi sastra memiliki kejiwaan orang yang cerdas.
Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Lo
mungkin lebih tertarik dengan Ganesha lelaki yang nilainya di atas
rata-rata….ganteng pintar kaya dan kharismatik”. (Hal. 91)
26) Dia (DIJERAT SAKLAR)
Aspek kejiwaan dari tokoh dia adalah seseorang yang memiliki
sifat nakal dan nafsu seksnya cukup tinggi. Dalam hal ini terbukti pada
kalimat:
“Celakanya,
kedua handuk yang tersedia di dalam kamar tergeletak tak jauh dari tubuh
kekasihnya kini berbaring.Yang satu sudah di pakai untuk menghapus sperma di
perutnya yang kini pasti sudah mongering”. (Hal 96)
27) Saya (POLOS)
Aspek
kejiwaan dari tokon ini adalah seseorang yang penasihat kepada orang lain.
Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Kita
sering lupa bahwa cakap-cakap manusia dengan ngerumpi-ngeerumpinya hanya bisa
menjadi komunikasi lewat bahasa.Kalau cerpenis, bahasanya kata tertulis.Bila
pelukis, bahasanya warna dan imaji.Kalau para buruh-buruh kecil, berbahasa
lisan.Sementara generasi sekarang, berbahasa digital dan visual”. (Hal. 101)
28) Nayla (POLOS)
Aspek kejiwaan dari tokoh ini apabila di tinjau dari
psikologi sastra adalah seseorang yang suka memainkan perasaan orang laindan
tidak punya pendirian terhadap pilihan hidupnya. Dalam hal ini terbukti pada
kalimat:
“Dari
tempat saya berdiri dan menjelaskan, dapat saya rasakan tubuh Nayla
berkelebatan.Seolah dia sedang asyik bermain-main sendiri, atau jangan-jangan
memang dengan sengaja mempermainkan perasaan dan pikiran”. (Hal. 101)
29) Masgun (BALSEM LAVENDER)
Aspek kejiwan dari tokoh ini
memiliki kejiwaan yang pantang menyerah dan orang yang 'penuh dengan semangat
dalam hidupnya. Dalam ini di buktikan pada kalimat:
“Melihat
sisa-sisa kegagahan masa lalunya dan mengenang kelincahannya menggiring bola di
antara gemuruh sorak penonton yang selalu mengelu-elukan namanya, susah menduga
apa yang sebenarnya terjadi pada diri Mas Gun”. (Hal. 108)
30) Lastri (BALSEM LAVENDER)
Aspek
kejiwaan dari tokoh ini adalah seorang perempuan yang sudah lanjut usia. Tetapi
ketika masa mudanya memiliki sifat yang pantang menyerah dan semangat. Dalam
hal ini terbukti pada kalimat:
“Mas
Gun teringat jeritan lastri ketika melihat dia sedang menggelandang bola ke
tengah lapangan lalu melempar umpan kepada penyerang yang sudah siap-siap di
depan gawang. Tanpa di sangka bola meluncur seperti tendangan pisang David
Beckham yang legendaries”. (Hal. 109)
31) Yu Sum (POLOS)
Aspek
kejiwaan dari tokoh ini adalah seorang pekerja keras merskipun ia seorang janda
beranak dua. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Wajah
merah seperti kepiting terpanggang di depan Mas Gun semakin memerah. Pemilik
wajah merah itu tahu benar reputasi Yu Sum, janda dua anak yang mencari
penghidupan dari jasa memijat, begitu di gandrungi oleh lelaki kampong”. (Hal.
111)
D. Analisis Novel “1 Perempuan
14 Laki-laki” menurut pengertian psikologi sastra Wellek dan Austin
1. Studi psikologi
pengarang
Dalam novel ini,
kejiwaan pengarang adalah seorang yang mempunyai cita-cita tinggi. Hal ini
dibuktikan :“Saya selalu
percaya bahwa inspirasi bukanlah sesuatu yang bisa saya datangkan, namun
inspirasilah yang mendatangi saya. Maka disiplin yang saya lakukan adalah,
selalu setia didepan laptop ketika sedang ada waktu senggang sehingga
akan selalu siap mentransformasikan insipirasi
ke dalam teks ketika ia datang. Selanjutnya, biarkan diri saya menjadi objek
dan teks yang menjadi subjeknya.Biarkan teks itulah yang menjadi raja. Hal
inilah yang saya tawarkan kepada Agus Noor: Menulis tanpa konsep. Seperti yang
Agus Noor sudah tulis di blognya dengan judul “Kunang-Kunang dalam
Bir” –sesuai dengan judul cerpen yang akhirnya berhasil kami tulis berdua– kami
akan mencoba menulis bergantian kalimat perkalimat. Begitulah kesepakatan kami
sambil menikmati secangkir kopi hangat.
2. Studi Proses Kreatif
Studi proses kreatif di sini adalah penggunaan bahasa yang
digunakan pengarang. Dalam novel ini pengarang mengajak pembaca untuk
bersama-sama hidup dalam khayalan dengan kata-kata yang indah semakin menambah
ketertarikan pembaca untuk mengetahui arti dari kata-kata indah tersebut dan
mendalami arti dari kata-kata tersebut. Pengarang menggunakan bahasa sastra
yang cukup tinggi sehingga permbaca yang kurang jeli akan merasa kebingungan.
Sehingga harus teliti dalam mendalami makna kata yang ada dalam novel 1
Perempuan 14 Laki-laki ini.
3. Studi Tipe dan
hukum-hukum psikologi dalam karya sastra.
Karya sastra ini, banyak mengandung hal-hal yang arogan
dalam pemaparan bahasanya.Novel yang menceritakan perjuangan serta cinta dan
juga kenangan dapat memberikan kesan dan pendalaman makna positif dan
negatif bagi pembaca. Namun pada karya
sastra ini memiliki poin positif yang harus diteladani yaitu dengan mengajak 14
Laki-laki untuk membuat sebuah novel.
4. Dampak sastra pada
pembaca (psikologi pembaca)
Novel ini, ketika dibaca dengan mendalam (bahkan
berulang-ulang) akan memberikan dampak positif dan negatif bagi kejiwaan
pembaca seperti, dampak positivnya cita-cita yang tinggi, perjuangan pantang
menyerah, akan menjadi contoh tauladan yang baik bagi pembacanamun dampak
negatifnya pada novel ini juga menceritakan tentang minuman keras serta
hubungan seksual diluar nikah sehingga dalam hal ini tidak boleh ditiru karna
ini adalah perbuatan yang tidak baik dan dilarang oleh hukum serta agama islam.
IV. Penutup
A. Kesimpulan
Teori dalam menganalisis ini
menggunakan pendekatan psikologi sastra.Psikologi Sastra adalah analisis teks
dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologi Ratna
(2004:350).Sedangkan tekhnik yang digunakan adalah Psikoanalisis yaitu; Id, Ego
dan Superego.Dalam novel ini setiap kumpulan cerpennya menceritakan tentang
cinta dan kenangan yang memiliki kisah dan karakteristik tokoh yang
berbeda-beda dari beberapa pengarang.Sehingga novel ini merupakan novel
kolaborasi yang sangat unik dan bagus dalam setiap ceritanya mengandung
berbagai hal cerita dan pengalaman hidup penulis tentang cinta yang pernah di
alaminya sehingga di tuangkan dalam bahasa yang indah dan cukup menarik.
B. Saran
Psikologi sastra memberikan sebuah
manfaat yang dapat membantu pembaca dalam mengetahui dan memahami serta
mendeskripsikan sifat-sifat tokoh dalam sebuah novel.
Daftar Pustaka
Ayu
, Djenar Maesa. 2011. 1 Perempuan 14 Laki-laki. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Teeuw, A. 1988. Sastra
dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan (diterjemahkan
oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.
Emzir dan Rohman
Saifur. 2015. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama