Tuesday 21 June 2016

Analisis novel “1 Perempuan 14 Laki-laki” menggunakan pendekatan Psikologi Sastra

Analisis novel “1 Perempuan 14 Laki-laki” menggunakan pendekatan Psikologi Sastra
Kuswanto Ferdian
140621100031

Abstrak: Karya sastra lahir dari sebuah budaya dan merupakan bagian dari proses sejarah, dikarenakan karya sastra merupakan imitasi sosial budaya yang muncul pada masyarakat. Sebagian besar karya sastra menceritakan kisah kehidupan masyarakat yang di dalamnya terdapat permasalahan-permasalahan, sehingga menimbulkan perilaku sosial pada anggota masyarakatnya. Perilaku yang terjadi pada masyarakat tersebut sebagai bentuk kejiwaan dengan gejala-gejala tertentu. Gejala sosial yang mengakibatkan perubahan perilaku dapat dikatakan sebagai proses kejiwaan yang terjadi pada karya sastra. Nilai kejiwaan yang terjadi dalam karya sastra di teliti sesuai ranah ketentuan penelitian psikologi sastra. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Dari dasar permasalahan di dalam teks sastra terdapat nilai kejiwaan, maka analisis psikologi sastra dilakukan untuk mengetahui nilai kejiwaan yang muncul pada karya sastra berdasarkan aspek-aspek psikologi sastra, dan pandangan psikologi sastra (psikoanalisis), dari dalam novel “1 Perempuan 14 Laki-laki” karya Djenar Maesa Ayu diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, tahun 2011. Novel tersebut merupakan kumpulan beberapa cerpen kolaborasi yang menceritakan tentang percintaan yang berbeda-beda dari ke 14 penulis. Tokoh yang berbeda-beda serta alur cerita yang cukup menarik dan bagus menjadi novel kolaborasi dari 14 cerpen. Dari penelitian psikologi sastra pada “Novel 1 Perempuan 14 Laki-laki”, karya Djenar Maesa Ayu, di simpulkan bahwa novel tersebut mempunyai kandungan psikologis yang cukup signifikan berdasarkan pembatasan masalah yang dilakukan. Berdasarkan aspek-aspek psikologi sastra, secara keseluruhan mengandung kejiwaan. Perubahan-perubahannya tampak jelas diketahui. Apalagi perubahan yang terjadi pada tokoh utama yang terkandung dalam ke 14 cerita tersebut, dikarenakan hampir pada setiap cerita selalu muncul penokohan yang berkaitan dengan kejiwaan. Jika di lihat dari psikoanalisis freud, novel tersebut juga mengandung tiga hal, yaitu Id, Ego, dan Superego. Di mana novel tersebut sangat kental dengan unsur seks, yaitu keinginan dari beberapa tokoh utama atas rangsangan yang masuk pada jiwanya, sehingga secara tidak sadar tidak mampu dikendalikan. Lain daripada itu permasalahan yang masuk pada pikiran memungkinkan adanya sebuah keputusan yang harus di ambil sebagai respon tindakan. Hal tersebut yang mendasari jalannya cerita dari awal hingga akhir.

Kata kunci: Analisis Psikologis, Psikoanalisis


I. Pendahuluan
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni.Sastra juga cabang ilmu pengetahuan. Studi sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah, walau tidak selalu sama dengan metode ilmu-ilmu alam. Bedanya hanya saja ilmu-ilmu alam berbeda dengan tujuan ilmu-ilmu budaya.Ilmu-ilmu alam mempelajari fakta-fakta yang berulang, sedangkan sejarah mengkaji fakta-fakta yang silih berganti. Karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus bersifat khusus, atau lebih tepat lagi : individual dan umum sekaligus. Studi sastra adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang berkembang terus-menerus.
Dengan perkembangannya ilmu tentang sastra maka bukan hanya unsur-unsur yang terdapat didalam sebuah karya sastra saja yang dapat dikaji atau analisis tetapi pada saat ini sastra juga dapat dikaji berdasarkan faktor-faktor yang berasal dari luar sastra itu.Faktor-faktor dari luar karya sastra yaitu sosiologi sastra, psikologi sastra serta antropologi sastra.Sosiologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan masyarakat yang menghasilkannya sebagai latar belakang sosialnya.Antropologi sastra, dibangun atas dasar asumsi-asumsi genesis, dalam kaitannya dengan asal usul sastra.
Psikologi Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis.Artinya, psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra. Jadi, Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi Sastra”.
Analisis Teori Psikologi Sastra yang dilanjutkan dengan Teori Psikoanalisis dan diaplikasikan dengan meminjam teori kepribadian ahli psikologi terkenal Sigmund Freud. Dengan meletakkan teori Freud sebagai dasar penganalisisan, maka pemecahan masalah akan gangguan kejiwaan tokoh utama akan dapat dijembatani secara bertahap. Didalam makalah ini akan dikaji secara terperinci tentang psikologi sastra dan pengaplikasiannya. Oleh karena itu  apa yang dimaksud dengan Psikologi Sastra ? Dan bagaimana metode dalam menganalisis Novel 1 Perempuan 14 Laki-laki?Bagaimana teknik yang digunakan dalam menganalisis novel dengan pendekatan psikologi sastra ?Bagaimana kejiwaan tokoh dalam novel 1 Perempuan 14 Laki-laki ?. tujuannya adalah, untuk dapat mendeskripsikan pengertian Psikologi Sastra.Untuk dapat mendeskripsikan metode dalam menganalisis Novel 1 Perempuan 14 Laki-laki.Untuk dapat mendeskripsikan teknik dalam menganalisis Novel 1 Perempuan 14 Laki-laki dengan pendekatan Psikologi Sastra.Untuk dapat mendeskripsikan kejiwaan beberapa tokoh dalam Novel 1 Perempuan 14 Laki-laki. Maka permasalahan tersebut akan dibahas dalam jurnal ilmiah ini.
II.  Kajian teori
A. Pengertian Psikologi Sastra
Psikologi secara sempit dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa.Sedangkan sastra adalah ilmu tentang karya seni dengan tulis-menulis.Maka jika diartikan secara keseluruhan, psikologi sastra merupakan ilmu yang mengkaji karya sastra dari sudut kejiwaannya.
Menurut Ratna (2004:350), “Psikologi Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis”. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra..Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi Sastra”.Artinya, dengan meneliti sebuah karya sastra melalui pendekatan Psikologi Sastra, secara tidak langsung kita telah membicarakan psikologi karena dunia sastra tidak dapat dipisahkan dengan nilai kejiwaan yang mungkin tersirat dalam karya sastra tersebut.
Menurut Wellek dan Austin (1989:90), Istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian.Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca). Pendapat Wellek dan Austin tersebut memberikan pemahaman akan begitu luasnya cakupan ilmu psikologi sastra. Psikologi sastra tidak hanya berperan dalam satu unsur saja yang membangun sebuah karya sastra.Mereka juga menyebutkan, “Dalam sebuah karya sastra yang berhasil, psikologi sudah menyatu menjadi karya seni, oleh karena itu, tugas peneliti adalah menguraikannya kembali sehingga menjadi jelas dan nyata apa yang dilakukan oleh karya tersebut”.


B. Metodologi Analisis
1. Metode
Harus kita akui, bahwa di indonesia analisis tentang psikologi sastra sangat lambat perkembangannya hal ini disebabkan karena : a). Psikologi saStra seolah-olah hanya berkaitan dengan manusia sebagai individu, kurang memberikan peranan terhadap subjek transindividual, sehingga analisis dianggap sempit, b). Dikaitkan dengan tradisi intelektual, teori-teori psikologis sangat terbatas, sehingga para sarjana sastra kurang memiliki pemahaman terhadap bidang psikologi sastra, c). Berkaitan dengan masalah yang pertama dan kedua , relevansi analisis psikologi pada gilirannya kurang menarik minat, khususnya dikalangan mahasiswa, yang dapat dibuktikan dengan sedikitnya skripsi dan karya tulis yang lain yang memanfaatkan pendekatan psikologi sastra.
Sebenarnya didalam karya sastra memiliki aspek-aspek kejiwaan yang sangat kaya, maka analisis psikologi harus dimotivasi dan dikembangkan secara lebih serius lagi.Tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa analisis psikologi sastra sama sekali terlepas denga kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan hakikatnya, karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung.Misalnya melalu pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, misalnya, masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-pemyimpangan lain yang terjadi didalam masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan psikologi.
Menurut Wellek dan Warren ( 1962: 81 ) membedakan analisis psikologis menjadi dua macam yaitu studi psikologi yang semata-mata berkaitan dengan pengarang. Sedangkan studi yang kedua berhubungan dengan inspirasi, ilham, dan kekuatan-kekuatan supranatural lainnya.Pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang kedua, yaitu pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung didalam karya sastra. Pada umumnya aspek-aspek kemanusiaan yang merupakan objek utama didalam psikologi sastra, sebab semata-mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh-tokoh , aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan.
Dengan penjelasan diatas maka penelitian psikologi sastra dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk melakukan analisis.Pada umumnya metodelogi penelitian yang pertama memiliki kecenderungan untuk menempatkan karya satra sebagai gejala sekunder sebab cara-cara penelitian yang dimaksudkan menganggap karya sastra sebagai gejala yang pasif, atau semata-mata sebagai objek untuk mengaplikasikan teori.
Psikologi sastra sebagaimana dimaksudkan dalam pembicaraan ini adalah cara-cara penelitian yang dilakukan dengan menempatkan karya sastra sebagai gejala yang dinamis.Karya sastralah yang menentukan teori, bukan sebaliknya.Dengan mengambil analogi hubungan antara psikolog dengan pasien diatas pada dasarnya sudah menjadi keseimbangan antara karya sastra dengan teori.

2. Teknik
Psikoanalisis pertama kali dimunculkan oleh “Bapak Psikoanalisis” terkenal Sigmund Freud yang berasal dari Austria.“Psikoanalisis adalah istilah khusus dalam penelitian psikologi sastra” (Endraswara, 2008:196).Artinya, psikoanalisis ini banyak diterapkan dalam setiap penelitian sastra yang mempergunakan pendekatan psikologis.Umumnya, dalam setiap pelaksanaan pendekatan psikologis terhadap penelitian sastra, yang diambil dari teori psikoanalisis ini hanyalah bagian-bagian yang berguna dan sesuai saja, terutama yang berkaitan dengan pembahasan sifat dan perwatakan manusia.Pembahasan sifat dan perwatakan manusia tersebut meliputi cakupan yang relatif luas karena manusia senantiasa menunjukkan keadaan jiwa yang berbeda-beda.
Psikoanalisis juga menguraikan kelainan atau gangguan jiwa, “Namun dapat dipastikan bahwa Psikoanalisis bukanlah merupakan keseluruhan dari ilmu jiwa, tetapi merupakan suatu cabang dan mungkin malahan dasar dari keseluruhan ilmu jiwa” (Calvin, 1995:24).Berdasarkan pernyataan tersebut secara umum dapat disimpulkan bahwa psikoanalisis merupakan tombak dasar penelitian kejiwaan dalam mencapai tahap penelitian yang lebih serius, khususnya karya sastra dalam hal ini.Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis tokoh-tokoh dalam drama atau novel secara psikologis.Tokoh-tokoh tersebut umumnya merupakan imajinasi atau khayalan pengarang yang berada dalam kondisi jiwa yang sehat maupun terganggu, lalu dituangkan menjadi sebuah karya yang indah.Keadaan jiwa yang sehat dan terganggu inilah yang menjadi cermin lahirnya karya dengan tokoh berjiwa sehat maupun terganggu.
Konsep Freud yang paling mendasar adalah teorinya tentang ketidaksadaran.Pada awalnya, Freud membagi taraf kesadaran manusia menjadi tiga lapis, yakni lapisan unconscious (taksadar), lapisan preconscious (prasadar), dan lapisan conscious (sadar).Di antara tiga lapisan itu, taksadar adalah bagian terbesar yang memengaruhi perilaku manusia.Freud menganalogikannya dengan fenomena gunung es di lautan, di mana bagian paling atas yang tampak di permukaan laut mewakili lapisan sadar.Prasadar adalah bagian yang turun-naik di bawah dan di atas permukaan.Sedangkan bagian terbesar justru yang berada di bawah laut, mewakili taksadar.
Dalam buku-bukunya yang lebih mutakhir, Freud meninggalkan pembagian lapisan kesadaran di atas, dan menggantinya dengan konsep yang lebih teknis.Tetapi basis konsepnya tetap mengenai ketidaksadaran, yaitu bahwa tingkah laku manusia lebih banyak digerakkan oleh aspek-aspek tak sadar dalam dirinya. Pembagian itu dikenal dengan sebutan struktur kepribadian manusia, dan tetap terdiri atas tiga unsur, yaitu
a)  Id
Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir.Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau ketegangan.Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum.id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id terpenuhi.
Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima. Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.
b) Ego
Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar.
Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai.Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan – ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat.
Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer id’s.
c) Superego
Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego.superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat – kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik.Perilaku ini termasuk orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya.Mematuhi aturan-aturan ini menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi.
Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat.Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan penyesalan.Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku kita.Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.Maka dari itu timbullah interaksi dari ketiga unsur unsur diatas yaitu dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras hati atau terlalu mengganggu.
Banyak pendapat mengatakan bahwa teori Freud hanya berhasil untuk mengungkapkan genesis karya sastra , jadi, sangat dekat dengan penelitian proses kreatif. Relevansi teori Freud dianggap sangat terbatas dalam rangka memahami sebuah karya sastra.Meskipun demikian, menurut Milner, peran teori Freud tidak terbatas sebagaimana dinyatakan sebelumnya. Menurutnya, teori Freud memiliki inplikasi yang sangat luas tergantung bagaimana cara pengoprasiaannya. Disatu pihak , hubungan psikologi dengan sastra didasarkan atas pemahaman, bahwa sebagaimana bahasa pasien, sastra secara langsung menampilkan ketaksadaran bahasa. Dipihak lain menyatakan bahwa psikologi Freud memanfaatkan mimpi, fantasi, dan mite, sedangkan ketiga hal tersebut merupakan masalah pokok didalam sastra.\

III. Hasil dan Pembahasan
C.       Analisis Novel “1 Perempuan 14 Laki-laki” Berdasarkan Pendekatan Psikologi Sastra
1.  Identitas Novel
-         Judul                      : 1 Perempuan 14 Laki-laki
-         Pengarang               : Djenar Maesa Ayu, dkk
-         Jumlah Halaman      : 124 halaman
-         Penerbit                  : Gramedia Pustaka Utama           

2.  Sinopsis
Novel berjudul 1 Perempuan 14 Laki-laki ini merupakan Novel kolaborasi dari 14 Laki-laki.Novel ini merupakan kumpulan dari beberapa cerpen yang di jadikan sebuah novel.Ide untuk menulis cerpen kolaborasi muncul dalam pikiran Djenar Maesa Ayu, seperti pengakuannya, mengalami kebuntuan dalam menulis fiksi selama empat tahun. Agus Noor, seorang penulis fiksi, menjadi laki-laki pertama yang diajak Djenar untuk terlibat dalam uji cobanya. Dalam waktu sehari, bersama Agus Noor, Djenar ternyata bisa menghasilkan satu cerpen. Sukses dengan Agus Noor, Djenar ingin menjajal laki-laki lain. Seperti yang ia lakukan dengan Agus Noor, setiap laki-laki akan menulis cerpen bersamanya, secara bergantian mengisi ruang kosong, tanpa konsep sebelumnya. Siapakah yang akan jadi tokoh cerita, jalinan cerita akan menjadi seperti apa, tidak dibicarakan sebelumnya. Menurut Agus Noor, proses kreatif seperti ini ibarat dua petinju yang sedang saling tukar jurus pukulan, sementara bagi Djenar, bagaikan dua orang yang sedang kasmaran sehingga selalu ingin memahami dan menyenggamai masing-masing pikiran.
Djenar Maesa Ayu bekerja sama dengan 13 laki-laki lainnya demi ‘memburu orgasme pikiran’. Penulis fiksi dan bukan penulis fiksi. Mereka adalah: Arya Yudistira Syuman (kakak Djenar, koreografer), Butet Kartaredjasa (aktor teater), Enrico Soekarno (seniman lukisan, gambar, etsa, dan fotografi), Indra Herlambang (presenter, aktor, penulis), JRX (I Gede Ary Astina, musisi), Lukman Sardi (aktor), Mudji Sutrisno (romo, guru besar), Nugroho Suksmanto (penulis cerpen dan puisi), Richard Oh (penulis dan sutradara), Robertus Robert (dosen dan penulis nonfiksi), Sardono W. Kusumo (penari, koreografer, sutradara, guru besar ilmu seni tari), Sujiwo Tejo (budayawan), dan Totot Indrarto (kritikus film, praktisi periklanan). Hasil perburuan mereka mewujud sebagai kumpulan cerpen yang judulnya merepresentasikan perbandingan kelamin para penulisnya, 1 Perempuan 14 Laki-laki. Sebuah judul provokatif, yang akan membawa imajinasi pembaca cerpen-cerpen Djenar sebelumnya yang tidak lepas dari pergumulan psikologis terkait dengan percintaan dan seksualitas. Dan memang, tidak ada yang baru dalam cerpen-cerpen kolaborasi 1 perempuan dan 14 laki-laki ini.Seolah bersetia dengan jalur yang diretas Djenar sejak awal, lahirlah cerita-cerita yang nyaris semuanya disemburati nuansa seksualitas khas Djenar.
Percintaan dan seksualitas langsung menabrak mata pembaca pada cerpen pertama, Kunang-kunang Dalam Bir (Agus Noor). Warna serupa menyebar dalam Ramaraib (Sardono W. Kusumo), Matahari di Klab Malam (Arya Yudistira Syuman), Rembulan Ungu di Kuru Setra (Sujiwo Tejo), Bukumuka (Nugroho Suksmanto), dan Dijerat Saklar (Robertus Robert).
Percintaan yang sedikit berbeda tampak dalam Kupunyakupu (Totot Indrarto), di sini cinta dan seks dimainkan dua manusia berkelamin identik.Sedangkan cinta wajar kendati tidak berlangsung mulus dijumpai Ra Kuadrat (Lukman Sardi) dan Napas Dalam Balon Karet (Richard Oh).
Bersama Enrico Soekarno, dalam Cat Hitam Berjari Enam, Djenar sedikit mengangsurkan tema berbeda. Dalam durasinya yang singkat, pembaca yang jeli akan langsung bisa menghubungkan tragedi di dalamnya dengan kasus yang pernah merebak di negeri ini.
Apa yang dijabarkan secara panjang lebar oleh Sekar Ayu Asmara dalam novelnya yang telah difilmkan, Pintu Terlarang, hadir secara ringkas dalam Menyeruput Kopi di Wajah Tampan. Cerpen ini ditulis Djenar bersama Indra Herlambang, yang pernah berkolaborasi dengannya menulis skenario film, Mereka Bilang Saya Monyet.
 Cerita jenaka pemicu senyum hadir dari kolaborasi Djenar dengan Butet Kartaredjasa.Mereka mengolah kecemburuan usang yang melibatkan aroma lavender antara sepasang suami-istri renta dalam Balsem Lavender.
Tidak semua cerita dalam kumpulan cerpen ini sedap dinikmati.Kulkas dari Langit (JRX) dan Polos (Mudji Sutrisno) adalah dua cerpen termasuk dalam kategori dimaksud.
satupoint yang menarik adalah: dalam buku 1 Perempuan 14 Laki-laki ini, Djenar berkolaborasi dengan 14 orang laki-laki, dengan latar profesi yang beragam. Saya, kebetulan ada di antara ke 14 “laki-laki yang beruntung” itu.Eghmmm. Agus Noor dan Djenar bisa menyelesaikan satu cerpen: Kunang-kunang dalam Bir.Cerpen ini, sempat muncul di Kompas.Apa kata Djenar, perihal bukunya ini, baiklah, saya bocorkan sedikit pengantar yang ditulisnya untuk buku 1 Perempuan 14 Laki-laki:
Saya selalu percaya bahwa inspirasi bukanlah sesuatu yang bisa saya datangkan, namun inspirasilah yang mendatangi saya. Maka disiplin yang saya lakukan adalah, selalu setia di depanlaptop ketika sedang ada waktu senggang sehingga akan selalu siap mentransformasikan insipirasi ke dalam teks ketika ia datang. Selanjutnya, biarkan diri saya menjadi objek dan teks yang menjadi subjeknya.Biarkan teks itulah yang menjadi raja.Hal inilah yang saya tawarkan kepada Agus Noor: Menulis tanpa konsep. Seperti yang Agus Noor sudah tulis di blognya dengan judul “Kunang-Kunang dalam Bir” –sesuai dengan judul cerpen yang akhirnya berhasil kami tulis berdua– kami akan mencoba menulis bergantian kalimat perkalimat. Begitulah kesepakatan kami sambil menikmati secangkir kopi hangat.Sebelum malam mulai larut, dan kopi sudah berganti bir yang dengan segera berpindah ke perut, saya terinspirasi untuk menulis kalimat pertama.“Di kafe itu, ia meneguk kenangan.”Setelah itu saya menyodorkan laptop ke arah Agus Noor untuk dibaca dan dilanjutkan.Demikian seterusnya.Awal kesepakatan untuk menulis bergantian kalimat perkalimat, akhirnya kami bebaskan kepada perasaan kami saja.Apabila baik saya maupun Agus Noor masih asyik menulis lebih dari satu kalimat, tidak ada salah satu dari kami yang berusaha menghentikannya.Jika Agus Noor mengumpamakan proses kreatif kami sebagai dua petinju yang sedang saling menukar jurus-jurus pukulan, saya lebih senang mengumpamakannya sebagai dua orang yang sedang kasmaran sehingga selalu ingin memahami dan menyenggamai masing-masing pikiran. Selalu ingin berdekatan dengan bibir yang saling berpagut pada lidah yang melulu ingin memenuhi tiap ruang kosong.Dan dalam situasi seperti itu, pikiran sepasang manusia yang kasmaran ini pun bolong.Hanya intuisi yang menggerakkan tiap indera perasa. Mereka lupa dan merdeka, karena ada faktor lain yang bekerja, yaitu rasa kasmaran atau cinta. Cinta, yang saya perumpamakan sebagai teks inilah satu-satunya subjek yang menuntun gerakan jari kami berdua ketika menulis bersama.Kami menyelesaikan satu cerpen hingga dini hari. Walaupun saya sudah terbiasa menulis tanpa konsep, namun berhasil menulis berdua dengan cara seperti itu tetap saja membuat saya takjub. Saya pun mulai berpikir, bagaimana jika saya melakukannya bukan dengan seorang penulis? Apakah cara menulis tanpa konsep seperti itu akan berhasil juga?.
Akhirnya saya menghubungi beberapa sahabat, yang dengan segera menyambut ide saya dengan hangat. Kali kedua saya menulis dengan Totot Indrarto, seorang krikitus film yang sering memanggil saya dengan sebutan monyet. Hal yang terjadi selanjutnya, tidak berbeda dengan apa yang saya lakukan dan rasakan dengan Agus Noor. Kami berhasil menyelesaikan satu cerpen dalam waktu satu hari. Saya ingat benar, kami memulainya pukul delapan malam hingga jam empat pagi. Saya pun semakin percaya diri dan selama lima hari berturut-turut menulis bergantian dengan beberapa sahabat laki-laki: Sudjiwo Tedjo, Sardono W. Kusumo, Enrico Soekarno, Indra Herlambang, dan kakak tertua saya, Arya Yudistira Syuman.Menulis bersama yang bukan penulis bagi saya adalah sebuah pengalaman yang sangat mengesankan.Banyak medium di luar teks yang begitu menggugah perasaan.Salah satunya adalah menulis dengan Mas Sardono. Ketika Mas Sardono berbicara, ketika ia mengerjapkan matanya setiap kali mencoba mengingat satu peristiwa, ketika tangannya bergerak menirukan gaya sebuah karya tari, ketika pada akhirnya saya mengantar dari coffeewar menuju rumahnya yang juga masih berada di daerah Kemang dengan berjalan kaki, segalanya mengalir bagai sebuah tarian. Pada saat itu pun saya segera sadar, jika Mas Sardono tengah menulis dengan begitu apik lewat tubuhnya dan hal inilah yang harus segera saya tumpahkan ke dalam tulisan.
Pengalaman yang cukup unik juga saya rasakan ketika bertemu Jering, salah satu personel band Superman Is Dead, yang juga dikenal dengan inisial JRX. Tidak seperti sahabat-sahabat lain, saya belum pernah berjumpa dengan Jering sama sekali. Kami saling mengenal lewat salah satu situs pertemanan di Internet. Yang menarik saya untuk mengajaknya bekerja sama, tidak lain karena tulisan-tulisan pendeknya di situs pertemanan tersebut. Pada satu kesempatan berlibur dengan anak-anak ke Bali, Pulau Dewata tempat Jering berdomisili, saya pun menyempatkan waktu untuk menulis bersamanya.Di sebuah Diner miliknya yang riuh, kami tidak saja berusaha memahami teks yang kami saling ketik, namun lewat teks jualah kami mengawali awal persahabatan yang begitu instan.Dan cukup dua kali pertemuan yang kami butuhkan.Satu cerpen pun berhasil kami selesaikan.

3.      Kajian Psikologi Sastra Novel “1 Perempuan 14 Laki-laki” Karya Djenar Maesa Ayu dkk
a)      Tokoh
1.    Aku (KUNANG-KUNANG DALAM BIR) adalah tokoh utama dalam cerita pendek Djenar Maesa Ayu dan Agus Noor. Mengunggapkan beberapa kenangan pada masa lalu ketika ia masih pacaran. Dulu ketika ia masih mengenakan seragam putih abu-abu. Saat senyumnya masih seranum mangga muda. Dengan rambut tergerai hingga di atas buah dada. Saat itu ia yakin, ia tak mungkin bisa bahagia tanpa dia.
2.    Dia (CAT HITAM BERJARI ENAM) adalah tokoh utama dalam cerita pendek Djenar Maesa Ayu dan Enrico Soekarno. Tokoh “Dia” merupakan seorang pelukis yang selalu melukis di kanvas berwarna putih tetapi setiap ia ingin melukis, ia selalu ingat pada kenangannya yang sangat kelam begitu pahit karena kehilangan kedua orang tuanya sedangkan ia mencari-cari kedua orang tuanya tetapi sia-sia.
3.    Cut (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH TAMPAN) adalah tokoh utama dalam cerita pendek Djenar Maesa Ayu dan Indra Herlambang. Bercerita tentang pengalaman hidupnya yang diperoleh dari orang lain dan dirinya sendiri. Ketika ia sedang ikut casting di cafe dengan lelaki bajingan bersepatu putih.
4.    Mbak Kus (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH TAMPAN) pembantu rumah tangga yang dihamili oleh supir tetangganya.
5.    Ibu (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH TAMPAN) ibu dari cut.
6.    Bapak (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH TAMPAN) bapak dari cut yang bertindak bodoh diatas kebodohannya sendiri.
7.    Rama (R A M A R A I B )penari sekaligus anak didik terbaik dari beberapa penari dari keraton.
8.    Guru (R A M A R A I B ) seorang guru tari dari rama yang sangat tegas dan lincah.
9.    Saya (KUPUNYAKUPU) seorang perempuan yang pasrah akan nasib hidupnya.
10.     Kamu (KUPUNYAKUPU) seorang pria pemabuk yang selalu ingin memuaskan diri sendiri, tetapi tidak pernah memikirkan orang lain.
11.     Saya (KULKAS.DARI.LANGIT.) seorang perempuan yang mencintai kehangatan dari pada kulkas yang dingin.
12.     Mas-mas (KULKAS.DARI.LANGIT.) seorang yang kaya dengan arloji emas ditannganya.
13.     Saya (MATAHARI DI KLAB MALAM) seorang laki-laki yang tegas dengan pendiriannya sendiri. Merupakan tokoh utama dalam novel ini.
14.     Dia (MATAHARI DI KLAB MALAM) adalah seorang perempuan pelacur di klab malam yang sering melayani para lelaki yang datang di klab malam tersebut.
15.     Raditya (REMBULAN UNGU KURU SETRA) adalah seorang laki-laki tampan putra dari dewa zeus. Dia adalah kekasih dari Prita.
16.     Prita (REMBULAN UNGU KURU SETRA) adalah seorang kekasih dari Raditya. Tetapi hubungannya tidak direstui oleh Mas Tedjo.
17.     Mas Tedjo (REMBULAN UNGU KURU SETRA) kakak dari Prita yang sangat peduli dengan Prita dan sangat menyayangi Prita.
18.     Antonio (NAPAS DALAM BALON KARET) seorang pria yang pantang menyerah ingin mengenal seorang perempuan yang bernama Roselyn.
19.     Roselyn (NAPAS DALAM BALON KARET) seorang perempuan yang sangat cantik tetapi acuh tak acuh terhadap Antonio yang ingin mengenalnya.
20.     Kusmanto (BUKUMUKA) seorang yang kaya raya dan seorang pengusaha tetapi ia suka bermain perempuan.
21.     Ayu (BUKUMUKA) perempuan yang masih bersuami tetatpi tidak mempunyai seorang anak.
22.     Rudy (BUKUMUKA) suami dari Ayu yang meiliki tubuh kekar dan besar.
23.     Ranu (RA KUADRAT) seorang lelaki yang gemar membaca buku di perpustakaan.
24.     Rani (RA KUADRAT) seorang perempuan yang cantik dan rajin dia adalah kekasih ranu.
25.     Ganesha (RA KUADRAT) laki-laki tampan yang kaya raya dan banyak disukai oelh wanita dia juga kharismatik.
26.     Dia (DIJERAT SAKLAR) dia adalah tokoh utama dalam novel ini. Ia adalah seorang laki-laki yang memiliki sifat seks tinggi.
27.     Saya (POLOS) merupakan tokoh utama dalam novel ini dia adalah seorang laki-laki yang sedang rindu akan kekasihnya yaitu Nayla.
28.     Nayla (POLOS) seorang perempuan yang sanagat cantik yang dirindukan oleh tokoh “Saya”.
29.     Mas Gun (BALSEM LAVENDER) seorang lelaki pemain bola legenderis wakyu masih masa mudanya.
30.     Lastri (BALSEM LAVENDER) istri dari Mas Gun.
31.     Yu Sum (BALSEM LAVENDER) tukang pijat janda beranak dua yang mencari penghasilan untuk menghidupi anak-anaknya melalui pekerjaan memijat

b)        Analisis Tokoh dalam Novel 1 Perempuan 14 Laki-laki Berdasarkan Pendekatan Psikologi Sastra
1)      Aku (KUNANG-KUNANG DALAM BIR)
Dalam novel ini, ketika kita melihat dari segi psikologi sastra, tokoh Aku adalah seorang yang mempunyai kejiwaan yang kuat untuk bertahan terhadap keinginannya dan selalu ingin meraih keinginannya. Hal ini dapat dibuktikan pada kalimat:
“Aku akan selalu mencintaimu, kekasihku”. (Hal. 1)
Selain itu, tokoh Aku juga adalah seorang yang rendah diri dan selalu menerima kenyataan. Hal ini dapat di buktikan pada kalimat:
“Keduanya akan selalu mengingatkanku padamu. Bila kau mati dan menjelma kunang-kunang, aku akan menyimpanmu dalam botol bir. Kau akan terlihat kuning kehijauan. Tapi kita tak akan pernah tahu bukan, siapa di antara kita yang akan menjadi kunang-kunang lebih dulu? Kita tak akan pernah bisa menduga takdir. Kita bisa memesan segelas bir tetapi kita tak pernah bisa memesan takdir”. (Hal. 7)

2)      Dia (CAT HITAM BERJARI ENAM)
Dalam novel ini, ketika melihat dari segi psikologoi sastra, tokoh “Dia” adalah orang yang pantang menyerah, itu dapat dibuktikan pada kalimat:
“Dia menuju rumahnya yang tinggal puing dan abu.Dia cari-cari ayah dan ibunya tapi sia-sia.Hampir menyerah, dia melihat sesuatu.Dan ketika dia hampiri ternyata sepotong kaki.Lemas dia ketika melihat cirri-ciri di sepotong kaki tersebut yang hanya dimiliki ayahnya. Kaki kirinya memiliki enam jari:. (Hal. 13)

3)      Cut (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH TAMPAN)
Sosok Cut dalam novel ini memiliki kejiwaan yang keras kepala dan berani sampai pada perbuatannya melemparkan piring pada lelaki bajingan yang mengajak dia untuk beradegan mesum pada castingnya di cafe, dalam hal ini dapat di buktikan pada kalimat:
“Saya baru tahu betapa kerasnya kepala manusia saat piring yang saya lemparkan pecah berantakan tepat di dahinya.Lalu jatuh berkeping-keping dari tempat kami duduk hingga ke lantai dansa.Pecahan-pecahannya tertimpa cahaya bola lampu raksasa yang bergerak berputar seperti bumi”. (Hal. 18)
                                                                               
4)      Mbak Kus (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH TAMPAN)
Mbak Kus dalam novel ini memiliki kejiwaan seorang yang suka member nasihat pada orang lain. Dalam hal ini dapat di buktikan pada kalimat:
“sebenarnya banyak sudah pelajaran yang saya dapat dari Ibu. Dari Mbak Kus. Tapi seperti kata Bapak.Saya memang bodoh”. (Hal. 20)

5)    Ibu (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH TAMPAN)
Aspek kejiwaan tokoh Ibu suka memeberikan nasihat pada anaknya .Dalam hal ini terbukti dari penggalan kalimat:
“Seharusnya banyak sudah pelajaran yang saya dapat. Dari Ibu. Dari Mbak Kus. Tapi seperti kata Bapak.Saya memang bodoh”.(Hal. 20)

6) Bapak (MENYERUPUT KOPI PADA WAJAH TAMPAN)
Aspek kejiwaan ayah dalam novel ini memiliki kejiwaan yang keras.Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Sebuah tamparan melayang di pipi saya. Tamparan Bapak. Saya hafal benar rasanya.Pedas dan panas.Membuat telinga berdenging sebentar lalu wajah terasa kebas”. (Hal. 17)

7)  Rama (R A M A R A I B)
Aspek kejiwaan Rama dalam novel ini adalah seseorang yang  penakut dan penurut. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Tiba-tiba kurasakan jari teman yang duduk di sebelahku mencolek pahaku dari bawah meja.Pertanda aku tak punya pilihan selain meminumnya.Dengan terpaksa, tanganku terulur kearah gelas kaca.Meraihnya.Mendekatkan ke bibirku dan meminumnya”. (Hal. 28)

8) Guru (R A M A R A I B)
Aspek kejiwaan seorang Guru dalam novel ini adalah seorang yang suka meminum minuman beralkohol. Kesenangannya sebelum melakukan tarian adalah mabuk. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Kudengar suara kursi kayu berderit ketika ia sekonyong-konyong berdiri.Diraihnya gelas kaca kosong yang baru saja kuletakkan di atas meja tepat di bawah hidungku.Lalu di tuangkannya Jenewer ke dalam gelas kaca itu.Di teguknya sekali habis.Apa yang sebenarnya ada dalam botol sama sekali tak ia gubris. Di tuangkannya lagi dan diteguknya sampai habis”. (Hal. 28-29)

9) Saya (KUPUNYAKUPU)
Aspek kejiwaan tokoh “Saya” pada novel ini adalah seorang perempuan yang nakal dan pemabuk. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Jadi sekarang saya sudah terjebak dan seperti tidak punya pilihan apa-apa.Terjebak pada berbagai peristiwa yang terjadi di antara kami berdua.Terjebak dalam pertemuan tak sengaja di kafe langganan ini.Terjebak oleh pengaruh alcohol dari gelas-gelas bir yang kami minum sejak tadi.Dan kini terjebak bersama kelemahan hati saya sendiri”. (Hal. 34)

10)  Kamu (KUPUNYAKUPU)
Aspek kejiwaan tokoh “Kamu” pada novel ini adalah seorang laki-laki yang pemarah dan suka emosi. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Kenapa harus selalu saya?”Tanya saya, membangun pagar di sekeliling diri, tahu kebiasaannya memojokkan dan pada saat bersamaan menumpahkan semua persoalan sebagai tanggung jawab saya.Pertanyaan pendek itu langsung menyulut sumbu emosinya dengan sangat cepat sampai ke pangkalnya.Dan meledak begitu rupa sampai memecahkan beberapa galas bir dan membuat cacat sebuah patung kayu berbentuk mirip kelamin pria.Peristiwa itu kebetulan terjadi di pesta seorang sahabat, ketika saya dan dia sudah terlalu banyak mengosongkan gelas-gelas bir”. (Hal. 35)

11)  Saya (KULKAS.DARI.LANGIT.)
Tokoh “Saya” dalam cerita ini adalah seorang perempuan. Aspek kejiwaan jika dilihat melalui psikologi sastra tokoh saya adalah seorang yang senang akan kebebasan. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Saya tidak pernah tertarik dengan kulkas.Dingin.Saya mencintai kehangatan.Menanti benar tibanya mentari di ujung samudera, dan sinarnya membentuk garis emas yang terbujur memanjang hingga pucuk pantai.Pantai adalah perhentian saya sebelum kilometer666.Disana ada kebebasan yang sempurna”. (Hal. 44)

12) Mas-mas (KULKAS.DARI.LANGIT.)
Aspek kejiwaan dari tokoh ini adalah seseorang yang tegas dan disiplin. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Mas-mas mengenakan arloji emas dengan sigap memanggil pelayan yang dengan segera mencatat pesanan”. (Hal. 45)

13) Saya (MATAHARI DI KLAB MALAM)
Tokoh “Saya” dalam novel ini adalah seorang laki-laki yang sangat tampa. Aspek kejiwaan dari tokoh adalah seseorang yang tegas dan teguh pada pendiriannya. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Bila saya bertemu dengan orang-orang yang mengenal saya, saya pun tak peduli.Ini hidup saya. Saya yang membuat keputusan akan apa yang saya mau. Tidak ada urusan dengan orang-orang lain”. (Hal.52)

14) Dia (MATAHARIDI KLAB MALAM)
Tokoh “Dia” dalam novel ini adalah seorang perempuan.Ia adalah seorang pelacur di klab malam yang dijumpai oleh seorang laki-laki pada tokoh “Saya”. Dilihjat dari segi psikologi sastra aspke kejiwaan dari tokoh ini adalah seorang yang nakal yang suka menggoda laki-laki karna sudah pekerjaannya melayani laki-laki yang dating. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Matahariku,” panggilnya sambil menyodorkan baju. Ternyata ia pun sudah berbaju. Naju yang berbelahan dada rendah dan menunjukkan belahan payudaranya.Baju yang memperlihatkan betapa ramping pinggang dan jenjang kakinya.Pemandangan yang dapat dimiliki oelh setiap mata yang melihatnya.Dan di dalamnya, adalah tubuh yang juga dapat dinikmati oleh siapa pun yang mampu membayarnya.Yang bukan milik saya”. (Hal. 52-53)

15) Raditya (REMBULAN UNGU KURU SETRA)
Aspek kejiwaan dari tokoh Raditya adalah seorang yang pemarah. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Kamu Tanya apa barusan, Prita?Ciumanku tak bisa kamu Tanya dengan why, what for, dengan….aaaah!” Raditya hamper saja membanting gitarnya. Padahal seharusnya gitar itu tidak layak untuk jadi sasaran amarahnya”. (Hal. 59)


16) Prita (REMBULAN UNGU KURU SETRA)
Aspek kejiwaan dari tokoh Prita adalah seorang perempua yang rendah diri dan mempunyai sifat yang jujur. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Kamu kok nuduh begitu, Mas? Aku kan udah bilang jalan-jalan cari oleh-oleh. Bener. Aku gak bilang kalo aku pergi sama Radit”. (Hal. 66)

17) Mas Tedjo (REMBULAN UNGU KURU SETRA)
Aspek kejiwaan dari tokoh Mas Tedjo adalah seorang yang pemarah dan penyayang terhadap Prita. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Jangan bohonglah kamu.Ngapain kamu bela-belain pergi keluar cari ini-itu-ini-itu.Cuaca dingin kayak gini kok malah kelayapan. Sama sekali nggak masuk akal! Aku udah hafal polah tingkah kamu luar dalam, Prita. Udah lebih dua tahun kita kumpul! Mana itu gembel barduwak, biar kukirimdia pulang ke Jakarta sekarang!”. (Hal. 66)

18) Antonio (NAPAS DALAM BALON KARET)
Aspek kejiwaan tokoh Atonio adalah seseorang yang lembut. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Ayo coba,” Antonio berkata sambil memandu lembut tangan Roselyn agar memegang balon karet lalu mengarahkan ke mulutnya”. (Hal. 78)

19) Roselyn (NAPAS DALAM BALON KARET)
Aspek kejiwaan tokoh Roselyn adalah seorang yang pemalu. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Tatapan malu-malu Roselyn dulu sudah berubah menjadi tatapan menggoda.Alangkah cepatnya waktu mengubah manusia”. (Hal 74)

20) Kusmanto (BUKUMUKA)
Aspek kejiwaan tokoh Kusmanto adalah seseorang mudah putus asa dan tidak bertanggung jawab atas semua perbuatan yang pernah dia lakukan pada Ayu. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Pagi yang muram mulai terbatuk jauh di ufuk.Burung hantu pun terkantuk-kantuk. Di lantai 36 gedung kantornya,  kusmanto tercenung. Dilemma yang ia rundung membuat harinya semakin mendung. Pertanyaan menyeruak di benak-benaknya, apakah lebih baik menghadapi suami Ayu yang akan menuntut pertanggung jawaban dengan cara mengharapkan kenikmatan sanggama gila darinya, atau melompat saja dari lantai 36 gedung kantornya? Toh kedua pilihan itu akan berakhir dengan kematian juga, walaupun beda ujudnya”. (Hal. 88)

21) Ayu (BUKUMUKA)
Aspek kejiwaan pada tokoh ini adalah seorang yang nakal dan suka menggoda para lelaki yang disukainya. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Keluarkan saja di dalam!” pinta Ayu kali pertama mereka melakukannya.Tak terbesit sedikit pun rasa curiga dibenak Kusmanto saat itu.Ayu masih menyandang status istri.Tak mungkin ia gegabah bertindak jika tak mau diceraikan suaminya”. (Hal. 82)

22) Rudy (BUKUMUKA)
Dalam novel ini tokoh Rudy mempunyai aspek kejiwaan yang tegas dan pemberani. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Jadi kamu Kusmanto! Saya Rudy , suami Ayu!” katanya tegas sambil menutup pintu di belakangnya yang dengan segera berdegam kencang sekali”. (Hal. 85)

23) Ranu (RA KUADRAT)
Aspek kejiwaan dari tokoh ini apabila di tinjau dari psikologi sastra memiliki sifat yang rajin. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Seingatnya, Ranu sangat identik dengan rani.Dua sejoli ini sering menghabiskan waktu bersama di antara tumpukan buku perpustakaan ketika murid-murid lain sibuk bertukaran wawasan tentang merek-merek kenamaan”. (Hal. 90)

24) Rani (RA KUADRAT)
Aspek kejiwaan dari tokoh ini adalah seorang yang rajin dan suka menghabiskan waktu di perpustakaan. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Seingatnya, Ranu sangat identik dengan rani.Dua sejoli ini sering menghabiskan waktu bersama di antara tumpukan buku perpustakaan ketika murid-murid lain sibuk bertukaran wawasan tentang merek-merek kenamaan”. (Hal. 90)

25) Ganesha (RA KUADRAT)
Aspek kejiwaan dari tokoh ini apabila di tinjau dari psikologi sastra memiliki kejiwaan orang yang cerdas. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Lo mungkin lebih tertarik dengan Ganesha lelaki yang nilainya di atas rata-rata….ganteng pintar kaya dan kharismatik”. (Hal. 91)

26) Dia (DIJERAT SAKLAR)
Aspek kejiwaan dari tokoh dia adalah seseorang yang memiliki sifat nakal dan nafsu seksnya cukup tinggi. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Celakanya, kedua handuk yang tersedia di dalam kamar tergeletak tak jauh dari tubuh kekasihnya kini berbaring.Yang satu sudah di pakai untuk menghapus sperma di perutnya yang kini pasti sudah mongering”. (Hal 96)

27) Saya (POLOS)
Aspek kejiwaan dari tokon ini adalah seseorang yang penasihat kepada orang lain. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Kita sering lupa bahwa cakap-cakap manusia dengan ngerumpi-ngeerumpinya hanya bisa menjadi komunikasi lewat bahasa.Kalau cerpenis, bahasanya kata tertulis.Bila pelukis, bahasanya warna dan imaji.Kalau para buruh-buruh kecil, berbahasa lisan.Sementara generasi sekarang, berbahasa digital dan visual”. (Hal. 101)

28) Nayla (POLOS)
Aspek kejiwaan dari tokoh ini apabila di tinjau dari psikologi sastra adalah seseorang yang suka memainkan perasaan orang laindan tidak punya pendirian terhadap pilihan hidupnya. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Dari tempat saya berdiri dan menjelaskan, dapat saya rasakan tubuh Nayla berkelebatan.Seolah dia sedang asyik bermain-main sendiri, atau jangan-jangan memang dengan sengaja mempermainkan perasaan dan pikiran”. (Hal. 101)

29) Masgun (BALSEM LAVENDER)
Aspek kejiwan dari tokoh ini memiliki kejiwaan yang pantang menyerah dan orang yang 'penuh dengan semangat dalam hidupnya. Dalam ini di buktikan pada kalimat:
“Melihat sisa-sisa kegagahan masa lalunya dan mengenang kelincahannya menggiring bola di antara gemuruh sorak penonton yang selalu mengelu-elukan namanya, susah menduga apa yang sebenarnya terjadi pada diri Mas Gun”. (Hal. 108)

30) Lastri (BALSEM LAVENDER)
Aspek kejiwaan dari tokoh ini adalah seorang perempuan yang sudah lanjut usia. Tetapi ketika masa mudanya memiliki sifat yang pantang menyerah dan semangat. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Mas Gun teringat jeritan lastri ketika melihat dia sedang menggelandang bola ke tengah lapangan lalu melempar umpan kepada penyerang yang sudah siap-siap di depan gawang. Tanpa di sangka bola meluncur seperti tendangan pisang David Beckham yang legendaries”. (Hal. 109)

31) Yu Sum (POLOS)
Aspek kejiwaan dari tokoh ini adalah seorang pekerja keras merskipun ia seorang janda beranak dua. Dalam hal ini terbukti pada kalimat:
“Wajah merah seperti kepiting terpanggang di depan Mas Gun semakin memerah. Pemilik wajah merah itu tahu benar reputasi Yu Sum, janda dua anak yang mencari penghidupan dari jasa memijat, begitu di gandrungi oleh lelaki kampong”. (Hal. 111)

D.      Analisis Novel “1 Perempuan 14 Laki-laki” menurut pengertian psikologi sastra Wellek dan Austin
1.      Studi psikologi pengarang
Dalam novel ini, kejiwaan pengarang adalah seorang yang mempunyai cita-cita tinggi. Hal ini dibuktikan :Saya selalu percaya bahwa inspirasi bukanlah sesuatu yang bisa saya datangkan, namun inspirasilah yang mendatangi saya. Maka disiplin yang saya lakukan adalah, selalu setia didepan laptop ketika sedang ada waktu senggang sehingga akan selalu siap mentransformasikan  insipirasi ke dalam teks ketika ia datang. Selanjutnya, biarkan diri saya menjadi objek dan teks yang menjadi subjeknya.Biarkan teks itulah yang menjadi raja. Hal inilah yang saya tawarkan kepada Agus Noor: Menulis tanpa konsep. Seperti yang Agus Noor sudah tulis di blognya dengan judul “Kunang-Kunang dalam Bir” –sesuai dengan judul cerpen yang akhirnya berhasil kami tulis berdua– kami akan mencoba menulis bergantian kalimat perkalimat. Begitulah kesepakatan kami sambil menikmati secangkir kopi hangat.
2.      Studi Proses Kreatif
Studi proses kreatif di sini adalah penggunaan bahasa yang digunakan pengarang. Dalam novel ini pengarang mengajak pembaca untuk bersama-sama hidup dalam khayalan dengan kata-kata yang indah semakin menambah ketertarikan pembaca untuk mengetahui arti dari kata-kata indah tersebut dan mendalami arti dari kata-kata tersebut. Pengarang menggunakan bahasa sastra yang cukup tinggi sehingga permbaca yang kurang jeli akan merasa kebingungan. Sehingga harus teliti dalam mendalami makna kata yang ada dalam novel 1 Perempuan 14 Laki-laki ini.
3.      Studi Tipe dan hukum-hukum psikologi dalam karya sastra.
Karya sastra ini, banyak mengandung hal-hal yang arogan dalam pemaparan bahasanya.Novel yang menceritakan perjuangan serta cinta dan juga kenangan dapat memberikan kesan dan pendalaman makna positif dan negatif  bagi pembaca. Namun pada karya sastra ini memiliki poin positif yang harus diteladani yaitu dengan mengajak 14 Laki-laki untuk membuat sebuah novel.
4.       Dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca)
Novel ini, ketika dibaca dengan mendalam (bahkan berulang-ulang) akan memberikan dampak positif dan negatif bagi kejiwaan pembaca seperti, dampak positivnya cita-cita yang tinggi, perjuangan pantang menyerah, akan menjadi contoh tauladan yang baik bagi pembacanamun dampak negatifnya pada novel ini juga menceritakan tentang minuman keras serta hubungan seksual diluar nikah sehingga dalam hal ini tidak boleh ditiru karna ini adalah perbuatan yang tidak baik dan dilarang oleh hukum serta agama islam.                  
IV.        Penutup
A.         Kesimpulan
Teori dalam menganalisis ini menggunakan pendekatan psikologi sastra.Psikologi Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologi Ratna (2004:350).Sedangkan tekhnik yang digunakan adalah Psikoanalisis yaitu; Id, Ego dan Superego.Dalam novel ini setiap kumpulan cerpennya menceritakan tentang cinta dan kenangan yang memiliki kisah dan karakteristik tokoh yang berbeda-beda dari beberapa pengarang.Sehingga novel ini merupakan novel kolaborasi yang sangat unik dan bagus dalam setiap ceritanya mengandung berbagai hal cerita dan pengalaman hidup penulis tentang cinta yang pernah di alaminya sehingga di tuangkan dalam bahasa yang indah dan cukup menarik.
B.         Saran
Psikologi sastra memberikan sebuah manfaat yang dapat membantu pembaca dalam mengetahui dan memahami serta mendeskripsikan sifat-sifat tokoh dalam sebuah novel.











Daftar Pustaka
Ayu , Djenar Maesa.  2011. 1 Perempuan 14 Laki-laki. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Teeuw, A.  1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan (diterjemahkan oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.
Emzir dan Rohman Saifur.  2015. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama