Monday 17 July 2017

Laki-Laki Sampan dan Gadis Kupu-Kupu Malam

 Laki-Laki Sampan dan Gadis Kupu-Kupu Malam
Karya: Kuswanto Ferdian
Mengambil sebuah keputusan bukan hanya untuk di hari ini saja, tapi untuk hari esok, lusa, dan masa mendatang. Hidup di dunia memang penuh dengan teka-teki, jawablah semampu kita dengan hati nurani. Pilihan hidup akan membawa kita pada sebuaah kesuksesan dan resiko. Berhati-hatilah dalam mengambil sebuah keputusan, pikirkan dengan panjang. Sebelum malapetaka menimpamu.

   Suara angin mendesir menghempas air laut hingga tercipta gelombang. Angin malam ini begitu kencang. Sebagai seorang nelayan, angin malam sudah menjadi kawan seperjuangan. Ombak air laut yang menerpa sampan Bapakku terombang-ambing seperti kehidupan ini. Aku sudah terbiasa melaut sendirian di malam hari, dari pada dirumah lebih baik mencari pekerjaan yang lebih bermanfaat, yaitu mencari ikan di laut. Lagi pula, jika malam hari sampan Bapakku tidak di pakai. Jadi aku yang memakainya untuk mencari ikan di malam hari. Malam ini hasil ikan tangkapanku tak seberapa banyak, tidak seperti malam kemarin. Mungkin karena angin malam ini begitu kencang. Apalagi bulan malam ini bersinar begitu terang, jadi ikan-ikan di laut hanya berenang di dasar. Malam ini aku pulang kerumah tak begitu pagi. Biasanya aku pulang jam 04:00 waktu adzan subuh. Mesin sampan mulai ku hidupkan untuk menuju dermaga tempat berlabuhnya kapal besar dan sampan. Ketika hendak sampai di pinggir dermaga, aku melihat seorang gadis berdiri di dekat dermaga menghadap kearah barat. Sayup-sayup mataku memandang gadis itu. Meriak air laut ketika gadis itu melempar sebuah kain berwarna putih. Cahaya lampu di pinggir dermaga memecah paras gadis itu. Aku termangu dari atas sampan Bapakku. Entah apa isi dalam kain putih yang di buangnya itu. Hari menjelang petang, gadis itu sendirian di pinggir pelabuhan. Matanya bekaca-kaca terkena cahaya lampu di pinggir dermaga. Pandanganku tak ingin berpaling dari gadis itu. Mengapa ia menangis tersedu-sedu?. Tangisannya terbawa angin laut hingga aku mendengarnya. Mesin sampan aku matikan. Aku ingin lebih khusuk mendengar suara tangisan gadis itu dari atas sampan Bapakku. Dan benar, gadis itu terus menangis. Kini ia duduk di pinggir beton dermaga tempat mengikat tali sampan. Mataku terus memandangnya. Kini sampanku sudah dekat dengan dermaga. Aku mengikat sampanku pada tiang lampu dan pembatas besi dermaga. Perburuanku menjala ikan malam ini tak mujur. Hanya setengah karung ikan yang ku dapat, dan jenisnya bermacam-macam. Cahaya bulan, bersinar begitu terang malam ini. Aku memarkir sampanku di pinggir dermaga. Kerlap-kerlip lampu sampan yang berjejer di pinggir dermaga menghiasi laut dengan sejuta keindahannya. Gadis itu masih saja terus menangis, kini suaranya makin melengking. Menatap langit, bulan sudah sampai di poros bagian tengah, kira-kira sekarang jam 00:00 malam lewat. Ya, bagitulah para nelayan untuk mengira-ngira waktu saat berada di tengah laut. Hanya melihat posisi bulan.
Kini aku naik ke atas dermaga, aku hampiri gadis itu. Aku ingin menyapanya, tapi aku takut dia terkejut. Bajuku bau keringat, bercampur bau amis ikan. Aku sedikit malu, sebagai laki-laki yang masih muda menyapa gadis yang cantik ini. Ia menutup wajahnya. Tangisannya semakin lantang.
"Mbak kenapa menangis?, ini sudah malam. Gak baik sendirian di pelabuhan".
Ia sontak terkejut ketika mendengar suaraku, hanya menatapku saja. Tatapannya begitu tajam, lantas ia bangun dari tempat duduknya. Aku pun ikut terkejut, ia langsung memelukku dengan erat. Aku tak bisa menolaknya. Pegangan tangannya erat sekali. Aku menjatuhkan karung yang berisi ikan ke bawah. Gadis itu terus memeluk tubuhku dengan erat. Ia menangis semakin tersedu-sedu. Aku begitu malu saat ia memelukku, bau badanku penuh dengan bau keringat dan bau ikan. Tapi gadis itu seolah tak merasakannya. Aku mengusap rambutnya yang tergerai lurus dan hitam itu. Ia sepertinya agak tenang.
"Sudah mbak jangan menangis". Sembari aku mengelus rambutnya.
"Terimakasih mas sudah mau memeluk saya". Suaranya begitu lirih dan lembut. Gadis itu melepaskan pelukannya dari tubuhku.
"Kenapa mbak menangis sendirian disini?".
"Ceritanya panjang mas". Wajahnya selalu ia hadapkan kebawah saat hendak menjawab setiap pertanyaanku. Ia terdiam begitu lama, dan tiba-tiba ia bercerita.
"Laki-laki bangsat itu telah menghamili saya di luar nikah. Saya tau, saya adalah perempuan jalang. Hidup terlontang-lantung. Berkutat dengan bir dan diskotik. Saya tak tau harus bekerja dimana mas. Hanya itu jalan satu-satunya pekerjaan yang dapat menghidupi keluarga saya. Semenjak Ayah pergi dari rumah. Ekonomi keluarga saya semakin tak karuan. Adik saya yang laki-laki berhenti sekolah. Saat itulah saya bekerja di sebuah diskotik. Dan saya terperangkap dalam dunia yang begitu gelap dan hitam, hingga membuat saya jadi begini mas. Saya sungguh menyesal mas. Saya penuh dosa. Dosa besar".
Begitulah sedikit cerita dari gadis itu. Ia menangis lagi. Sepertinya ada suatu masalah yang begitu membekas di hatinya, hingga membuat gadis itu begitu terluka. Aku mencoba menenangkannya kembali.
"Sudah mbak jangan menangis. Begitulah hidup. Ada yang putih ada yang hitam. Kadang kita harus mengambil sebuah keputusan yang tepat untuk sebuah tujuan hidup. Jangan telalu di sesali Mbak. Segeralah bertaubat, Tuhan maha baik kepada setiap umatnya".
"Apakah masih ada pengampunan taubat untuk wanita kupu-kupu malam seperti saya mas?". Gadis itu bertanya kepadaku.
"Seperti yang aku katakan barusan Mbak. Tuhan itu maha baik, maha mengetahui dan maha pengampun. Bertaubat itu bukan sekadar ucapan saja. Tapi ikhlas dan benar-benar melakukan perintahnya serta menajuhi larangannya. Bertaubatlah Mbak, tinggalkan pekerjaan yang tidak baik itu".
Aku mencoba menasehatinya. Gadis itu kembali menangis. Aku kebingungan harus berbuat apa, sedangkan gadis itu terus menangis tersedu-sedu. Aku mencoba menenangkannya kembali, kini aku duduk di sebelahnya. Gadis ini benar-benar cantik. Aroma parfum di tubuhnya begitu wangi semerbak.
"Mbak sudah jangan menangis lagi ya. Sekarang Mbak pulang. Mari aku antarkan kerumahnya".
"Tidak mas saya tidak ingin pulang. Saya lebih senang disini. Karena laut yang luas ini sudah menjadi saksi takdir hidup saya. Laut ini yang mengetahui semua yang saya rasakan. Apa mas melihat kain putih yang saya lemparkan ke laut tadi?".
"Iya mbak, tadi aku melihat sebuah kain putih yang mbak lemparkan ke laut".
"Apa mas tau isi di dalam kain putih itu?". Gadis itu bertanya kepadaku.
"Tidak Mbak. Memang isinya apa?". Aku bertanya dengan nada yang begitu serius.
"Isi di  dalam kain putih yang saya lemparkan tadi itu adalah janin mas". Gadis itu menjawabnya dengan begitu menghentak. Tatapannya begitu tajam melihat mataku. Tidak seperti tatapan seorang gadis. Sontak aku pun terkejut mendengar jawaban dari gadis itu.
"Apa?!! Janin?". Mbak sudah tidak waras ya. Kenapa mbak membuang janin itu di laut. Itu buah hati yang harus mbak syukuri dan mbak rawat. Kenapa mbak malah membuangnya. Sekarang janin itu akan saya ambil mbak. Janin itu harus di kubur, sebelum menjadi malapetaka bagi mbak sendiri. Astagfirullah". Aku mengusap dada dan miris mendengarnya ketika gadis itu menggugurkan kandungannya. Padahal itu adalah anugrah terbesar dari Tuhan yang harus ia rawat.
"Jangan mas!!!, Jangan di ambil janin itu. Jika mas memaksa mencari janin itu di laut ini, mas yang akan celaka. Biarkan janin itu merasakan dinginnya air laut. Biarkan janin itu berenang dengan ikan-ikan di laut ini. Janin itu butuh teman". Gadis itu mengancamku. Aku pun ketakutan.
"Ya bukan begitu juga mbak caranya. Janin itu juga punya ruh mbak. Nanti janin itu gak bakalan tenang mbak jika tidak di kubur. Apa mbak tega sama darah daging mbak sendiri tidak di kubur dengan semestinya?".
Gadis itu menangis lagi. Tangisannya lebih melengking sambil berteriak kepadaku.
"Sekarang mas pergi, tinggalkan saya sendirian. Sebelum mas celaka. Pulanglah mas!!!. Saya ingin menyendiri disini".
Gadis itu mengusirku. Tangannya menunjuk-nunjuk menyuruhku untuk segera pergi dari dermaga ini. Entah kenapa aku begitu takut dengan gadis itu. Aku pun mengambil karung yang ku letakkan di bawah tadi. Aku segera pulang dengan memikul karung yang berisi ikan hasil tangkapanku malam ini. Sebelum aku pergi dari dermaga, aku berpesan pada gadis itu.
"Mbak nanti juga pulang ya, gak baik sendirian di dermaga. Bahaya mbak. Saya pulang duluan, Assalamualaikum".
Gadis itu menatapku begitu tajam dan langsung berhenti menangis saat aku mengucapkan kalimat salam. Aku pun pulang. Hanya sekitar 5 langkah aku berjalan dari tempat gadis itu duduk. Aku menoleh kebelakang. Dan ternyata gadis itu menghilang, entah kemana perginya. Pikiranku tiba-tiba begitu kacau. Apa mungkin gadis itu melompat kelaut?. Aku kembali ke tempat gadis itu duduk. Aku sama sekali tak mendengar suara jeburan di laut. Air laut begitu tenang, sama sekali tak bermeriak. Kemana gadis itu? Aku melihat ke bawah dermaga di tempat gadis itu duduk. Tidak ada meriak air yang menunjukkan bahwa gadis itu melompat ke laut. Aku kebingungan mencari-cari kemana perginya gadis itu. Tiba-tiba bau parfumnya tercium kembali, begitu semerbak. Bulu kudukku merinding. Aku langsung pergi dari tempat gadis itu duduk. Aku berlari dengan begitu kencang karena sungguh aku ketakutan. Karung yang ku angkat di bahu hampir jatuh. Setiba dirumah aku langsung tidur, dan benar aku ketakutan sekali. Malam itu juga aku tak bisa tidur, terbayang-bayang saat memeluknya dan membelai rambutnya. Sarung ku tarik sampai menutupi sekujur tubuhku, aku pun tertidur.

****

Cahaya matahari menelusup di bilik lubang-lubang kecil pada atap genting kamarku. Cahayanya terkena mata. Aku pun terbangun dari tidur semalam. Melihat jam pukul 09:00. Aku bergegas bangun dari tempat tidurku. Karena pagi ini aku ada janji dengan Pak Rozak untuk memancing di tambak Pak Karso. Pak Rozak adalah orang yang begitu gemar memacing. Ia begitu cekatan dan lihai saat memancing ikan. Pak Karso sudah pernah mengikuti event perlombaan memancing tingkat nasional dan ia pun mengharumkan nama desa. Aku mengambil handuk lalu aku mandi. Saat di kamar mandi, wajah gadis itu terlintas di benakku. Entah wajah gadis itu seperti tidak ingin hilang di otakku. Aku berusaha untuk tidak mengingatnya kembali. Sekitar 15 menit berlalu, aku pun selesai mandi. Semua peralatan pancing sudah aku persiapkan, tubuhku terasa sakit semua pagi ini. Entahlah, mungkin ini sisa lelah dari melaut semalam. Tapi aku masih begitu penasaran dengan kejadian semalam. Bagiku itu sangat aneh. Kemana perginya gadis itu?, sebuah pertanyaan yang tak bisa ku pecahkan. Lantas aku bercerita kepada Bapakku, kebetulan sekali hari ini Bapakku tidak pergi melaut. Karena ombak air laut begitu besar.

Pak aku tadi malam saat melaut bertemu dengan seorang gadis di pinggir dermaga. Gadis itu menangis di pinggir dermaga tempat memarkir sampan. Apa bapak tau dengan gadis itu?.
Seorang gadis?, Sedang menangis?, Rambutnya panjang?, ia sangat cantik kan?. Bapakku bertanya balik kepadaku.
Iya Pak rambutnya panjang. Gadis itu memang sangat cantik.
Hahahahahahahahaha.. Iya aku mengenal gadis itu, bahkan aku juga pernah bertemu dengannya. Bukan hanya aku saja. Para nelayan di desa ini, semuanya pernah bertemu dengan gadis itu.
Berarti Bapak mengenalnya. Aku begitu tertarik saat Bapak mengatakan hal itu padaku.
Iya aku mengenalnya, bahkan berita tentang gadis itu sudah tersebar di desa ini. kamu kok tidak tau sih.
Lah berita apa Pak?, sungguh aku tidak tau”.
“Baiklah aku ceritakan. Dengarkan ya. Gadis itu bernama Romlah. Dahulu gadis itu adalah perempuan yang paling cantik di desa ini. Ibunya pun kembang desa saat ia masih muda. Dahulu keluarganya adalah keluarga yang paling harmonis dan paling kaya di desa ini. Ayahnya dulu seorang Bupati. Tetapi semenjak Ayahnya pergi dari rumahnya karena ketahuan korupsi, ekonomi keluarganya begitu terpuruk dan terlibat hutang. Ayahnya sampai saat ini masih menjadi buronan polisi. Sudah sekitar 4 tahun kejadian itu berlalu. Karena ekonomi keluarganya sudah begitu terpuruk, gadis itu memutuskan untuk berkerja di sebuah diskotik. Lambat laun, gadis itu hamil tanpa suami. Dan ia pun stress memikirkan kandungannya. Karena gadis itu tidak tau siapa Bapak dari bayi yang ia kandung saat itu. Gadis itu pun semakin hari semakin stress. Kejadian tak terduga menimpa gadis itu. Satu minggu gadis itu menghilang dari rumahnya, dan ternyata ia bunuh diri melompat ke laut. Mayatnya di temukan oleh seorang nelayan, yaitu Pamanmu sendiri. Perutnya yang masih buncit berisi bayi begitu membengkak, kira-kira sudah seminggu ia tenggelam di laut. Kakinya sudah tidak ada sebelah, mungkin sudah di makan oleh ika-ikan di dasar laut yang sedang kelaparan. Kematiannya begitu naas. Saat itu pamanmu sedang menjaring ikan menggunakan pukat harimau dengan temannya orang asing. Dan mayat gadis itu ikut terseret ke dalam pukat itu. Akhirnya pamanmu membawa pulang ke desa, dan berita itu menjadi viral hingga terdengar sampai ke telinga polisi. Pada saat itu juga polisi pun datang ke tempat kejadian. Pamanmu yang menjadi saksi. Kejadian naas juga menimpa pamanmu. Ia di tahan karena polisi mengetahui saat menemukan mayat gadis itu, pamanmu sedang menjaring ikat dengan menggunakan pukat harimau yang di larang oleh undang-undang. Ya  begitulah kejadiannya. Seminggu berlalu dari kejadian itu, arwah dari gadis itu gentayangan. Nelayan yang sedang melaut pada malam hari sering mendengar tangisannya, bahkan ada yang pernah melihatnya langsung sedang berjalan di dermaga sambil memegangi perutnya. Termasuk Bapakmu ini juga pernah bertemu dengan gadis itu sedang menangis di pinggir dermaga sambil megelus-elus perutnya. Saat itu juga, Bapak tidak pernah pergi melaut malam-malam. Karena Bapak juga ketakutan. Hehehehehehehe.

Aku hanya tercengang dan meggaruk-garuk kepalaku saat mendengar cerita tentang gadis yang kutemi di dermaga itu. Aku kembali bercerita kepada Bapakku.
Aku tadi malam bertemu dengan gadis yang Bapak maksud itu di dermaga. Saat aku melihat gadis itu di pinggir dermaga, ia sedang membuang kain berwarna putih di laut. Saat kutanya, ternyata isi di dalam kain putih yang di buangnya itu adalah janin. Gadis itu juga memelukku Pak tadi malam. Bau tubuhnya harum sekali begitu semerbak.
Hahaahahahaha. Gadis itu memelukmu?. Selamat ya, kamu pernah berpelukan dengan hantu.
Bapakku tertawa cekikan. Air matanya sampai keluar. Aku juga sempat berpikir. Benar juga kata Bapakku, gadis yang memelukku tadi malam adalah hantu. Semenjak kejadian itu aku tidak pernah pergi melaut di malam hari. Bagiku ini adalah mimpi buruk yang pernah terjadi. Tapi dengan kejadian semalam, aku bisa mengetahui tentang peristiwa yang menimpa gadis itu. Sungguh kasihan.





Bangkalan, 21 Juni 2016
(Warung kopi pelabuhan timur kamal)

No comments:

Post a Comment